Meski Rupiah Anjlok, BI Belum Akan Wajibkan Konversi Valas ke Rupiah
Meski nilai tukar rupiah tengah anjlok, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, pihaknya belum akan mengontrol lalu lintas devisa.
Padahal, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020, BI memiliki kewenangan untuk mengatur mengontol lalu lintas devisa. Meski begitu, dirinya tetap mengajak para eksportir agar pasokan dolar AS hasil ekspor dikonversi ke rupiah.
"Saya tegaskan bahwa kita tidak akan menerapkan kontrol devisa. Namun kami ajak eksportir agar terus bisa pasok dolar AS hasil ekspor ke rupiah," ujar Perry dalam konferensi video di Jakarta, Kamis (2/4).
Dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020, pada Pasal 16 Ayat 1(e), BI diberikan kewenangan mengatur kewajiban penerimaan dan penggunaan devisa bagi penduduk.
Termasuk ketentuan mengenai penyerahan, repatriasi, dan konversi devisa dalam rangka menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan. Ketentuan tersebut selanjutnya diatur dengan Peraturan BI.
Artinya, BI memiliki wewenang untuk mewajibkan transaksi yang menggunakan mata uang asing atau valuta asing (valas), dikonversi menjadi rupiah. Kewenangan ini diberikan agar stabilitas nilai tukar rupiah terjaga.
Menurut Perry, Perppu tersebut hanya menyebutkan, bahwa BI diberikan kewenangan mengelola lalu lintas devisa jika diperlukan. Dalam artian, Perppu tersebut hanya sebagai langkah antisipasi agar nantinya BI bisa siap sedia dalam situasi yang kemungkinan terjadi ke depan.
(Baca: Gubernur BI Jaga Pertumbuhan Ekonomi Tak di Bawah 2,3% akibat Corona)
"Maka BI belum ada rencana mewajibkan eksportir mengkonversi dolar AS ke rupiah. Perppu mengatur hanya dalam hal diperlukan," kata dia.
Menurut Perry, kontrol devisa belum akan diterapkan oleh BI, karena pemulihan ekonomi Indonesia akan tetap diutamakan dari tabungan dalam negeri. Ia juga tak mau kebebasan lalu lintas devisa terhambat dengan langkah tersebut.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa terdapat 80% eksportir yang telah memasok hasil ekspornya ke Indonesia. Namun, hasil ekspor tersebut kebanyakan masih berupa valas, bukan rupiah.
Maka dari itu, dirinya pun tak bosan mengajak para eksportir untuk mengkonversi hasil ekspornya ke rupiah. Ia menjelaskan bahwa konversi dolar AS ke rupiah bisa dilakukan melalui instrumen Domestic Non-Delivery Forward (DNDF).
"Kami perbanyak DNDF agar bisa digunakan untuk hedging atau lindung nilai. Sehingga tak perlu khawatir jual dolar sekarang," tutupnya.
Sekadar informasi, Kamis (2/4) sore, rupiah melemah 0,27% ke level Rp 16.495 per dolar AS. Meski sempat mencatatkan penguatan pada perdagangan akhir Maret 2020, namun memulai bulan April 2020, rupiah kembali mencatatkan pelemahan dua hari berturut-turut.
(Baca: BI Optimistis Rupiah Menguat Rp 15 ribu hingga Akhir Tahun)