Impor Mesin hingga Plastik dari Tiongkok Anjlok akibat Pandemi Corona
Badan Pusat Statistik mencatat impor dari Tiongkok pada Februari 2020 turun US$ 1,95 miliar atau hampir setengah dari bulan sebelumnya menjadi US$ 1,98 miliar. Penurunan impor terbesar terjadi pada barang nonmigas berupa mesin dan peralatan elektrik serta plastik dan barang plastik.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti menilai, penurunan defisit tersebut terjadi akibat meluasnya virus corona di Tiongkok. "Memang ada pengaruh virus corona ini di mana dengan adanya kegiatan lockdown, ekspor dan impor ke sana otomatis menurun. Namun, Tiongkok masih mendominasi ekspor dan impor Indonesia," ucap Yunita di Jakarta, Senin (16/3).
Ia memerinci, penurunan impor terutama terjadi pada jenis barang mesin dan perlengkapan elektrik yang anjlok 45,17%. Lalu mesin dan peralatan mekanis sebesar 34,33%, serta plastik dan barang dari plastik yang mencapai 65,15%,
(Baca: Impor dari Tiongkok Anjlok, Neraca Dagang Februari Surplus US$ 2,34 M)
Di sisi lain, ekspor nonmigasi ke Tiongkok juga turun US$ 245m5 juta dari US$ 2,11 miliar pada Januari menjadi US$ 1,86 miliar pada Februari.
Golongan barang peenyumbang penurunan ekspor ke Tiongkok yakni besi dan baja sebesar 25,65%, tembaga dan barang daripadanya 57,42%, serta pulp dari kayu 18,77%.
Alhasil, defisit neraca perdagangan dengan Tiongkok turun tajam dari bulan Januari mencapai US$ 1,7 miliar menjadi US$ 119 juta.
Wabah virus corona, menurut Yunita, juga menyebabkan kondisi neraca dagang Indonesia secara keseluruhan surplus US$ 2,4 miliar pada bulan lalu. "Ya. Surplus ini ada pengaruh dari virus corona sehingga tidak hanya dengan Tiongkok, tapi dengan beberapa negara lainnya pun berpengaruh," ucap dia.
(Baca: Hadapi Corona, Sri Mulyani Bebaskan Bea Masuk Obat hingga Bahan Vaksin)
Setelah dengan Tiongkok, BPS juga mencatat penurunan impor dari Hong Kong sebesar US$ 116,55 juta, Korea Selatan US$ 113,7 juta, serta Vietnam dan Singapura masing-masing US$ 102,7 juta dan US$ 86,4 juta. Penurunan impor terjadi terutama pada jenis barang mesin dan perlatan elektrik, kain rajutan, kapal perahu, bahan bakar mineral, hingga kapas.
Sementara secara keseluruhan, penurunan paling tajam terjadi pada impor barang konsumsi yang mencapai 39,91% atau 12,81% secara tahunan menjadi US$ 0,88 miliar. Sedangkan impor bahan baku atau penolong turun 15,89% secara bulanan atau 1,5% secara tahunan menjadi US$ 8,89 miliar dan barang modal turun 18,03% secara bulanan atau 16,44% secara tahunan menjadi US$ 1,83 miliar.
Sementara, neraca perdagangan Indonesia pada Februari mengalami defisit dengan Australia sebesar US$ 239 juta dan Thailand US$ 377 juta pada Februari. Meski begitu, neraca dagang RI mengalami surplus US$ 1,07 miliar dengan AS, US$ 647 miliar dengan India, dan US$ 197 miliar dengan Belanda pada bulan lalu.