BI: Zakat hingga Infak Belum Optimal Dorong Pertumbuhan Ekonomi RI

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Ilustrasi, Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan kata sambutan sekaligus membuka World Zakat Forum di Bandung, Jawa Barat, Selasa (5/11/2019).
12/11/2019, 19.10 WIB

Bank Indonesia (BI) menilai, keuangan syariah seperti zakat, infak dan sedekah belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Padahal, mayoritas penduduknya merupakan muslim.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menyebutkan, nilai zakat dan infak penduduk Indonesia tergolong kecil. "Optimalisasi masih rendah dari zakat dan infak untuk dorong pertumbuhan ekonomi," katanya dalam acara 5th IIMEFC Plenary di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (12/11). 

Ia menjelaskan, keuangan syariah dibagi menjadi dua yakni komersial dan sosial. Komersial contohnya perbankan, asuransi, dan lainnya. Sedangkan yang sosial bisa berupa zakat, infak, sedekah dan wakaf.

Berdasarkan catatan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), zakat di Indonesia hanya Rp 8 triliun. Padahal, potensinya bisa mencapai Rp 200 triliun.

(Baca: Potensi Ratusan Triliun, Pengumpulan Zakat Digital Makin Gencar)

Dari sisi komersial, Dody menilai perbankan syariah belum optimal menyalurkan pembiayaan. Hal itu terlihat dari pinjaman berbasis syariah yang mayoritas merupakan inisiatif pemerintah.

Padahal, ekonomi syariah mencapai 80% dari total Produk Domestik Buto (PDB) Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa potensi industri keuangan berbasis prinsip-prinsip Islam di Tanah Air sangat besar.

Dody mengatakan, ekonomi syariah bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia. Prinsip ekonomi berbasis syariah dinilai meningkatkan ketahanan dan stabilitas pasar dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian global.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria