Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (10/9) kembali dibuka menguat 0,02% ke level Rp 14.030 per dolar AS, dibandingkan penutupan sebelumnya di level Rp 14.034. Penguatan rupiah hari ini didorong oleh meningkatnya ekspektasi pelonggaran likuiditas global.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics (CORE) Pieter Abdullah Redjalam mengatakan, rupiah telah mengalami penguatan sejak minggu lalu. "Kemarin bahkan sudah sempat menyentuh angka psikologis Rp 14.000 per dolar AS. Penguatan rupiah didorong oleh keyakinan investor bahwa likuiditas global akan lebih longgar," kata Pieter kepada katadata.co.id, Selasa (10/9).
(Baca: Cadangan Devisa Naik, Rupiah Menguat ke Posisi 14.101 per Dolar AS)
Kondisi ini, menurutnya mengiringi arah kebijakan bank sentral yang diperkirakan menggelontorkan stimulus moneter guna merespons perlambatan ekonomi global.
Bank Sentral Tiongkok People's Bank of China (PBoC), sudah memutuskan kembali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin (bps) untuk semua bank. "Kebijakan ini diperkirakan akan menginjeksi likuiditas yg sangat besar sekaligus menurunkan suku bunga kredit perbankan," ucap Pieter.
(Baca: Rupiah Terus Menguat jadi 14.034 per Dolar AS, Paling Perkasa di Asia)
Demikian halnya Bank Sentral Jepang Bank of Japan (BoJ), yang menurutnya akan melakukan langkah serupa dengan menggelontorkan stimulus moneter. Kemudian Bank Sentral Eropa European Central Bank (ECB) dan Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang juga diprediksi akan memangkas suku bunga di bulan ini.
"Arah kebijakan bank sentral yang dovish dan akan membanjiri likuiditas global ini membangkitkan risk appetite investor," ujar Pieter.
Dengan berbagai sinyal dovish ini, ia pun memperkirakan rupiah masih akan melanjutkan penguatan. Ia memproyeksikan hari ini rupiah akan berada di kisaran Rp 13.950 - Rp 14.050 per dolar AS hingga penutupan.