Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menegaskan, bank sentral akan kembali melonggarkan kebijakan moneter. "BI sudah berikan guidance dan cukup jelas, pelonggaran kebijakan moneter masih akan berlanjut. Bisa ditangkap nuansa kalimatnya," kata Mirza di kantornya, Jakarta, Selasa (23/7).
BI pekan lalu telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Keputusan ini akhirnya diambil setelah melihat tanda-tanda pelonggaran kebijakan moneter dari Bank Sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed, yang semakin menguat. Sinyal The Fed yang menurunkan bunga acuan tahun ini membuat BI mengambil langkah pre-emptives (antisipasi).
Meski The Fed belum menurunkan bunga acuannya, BI yakin pelonggaran kebijakan moneter akan diambil AS. "Kalau AS statement-nya hawkish, kita sulit melakukan pelonggaran. Tapi ini kan sudah dovish," katanya.
(Baca: Pangkas Suku Bunga Acuan 0,25%, BI Beri Sinyal Lanjutkan Penurunan)
Kondisi dovish tersebut ditambahkan Mirza terlihat dari Australia yang sudah menurunkan bunga acuan dua kali tahun ini. Begitu pula dengan India, Malaysia, dan Filipina. Indonesia pun kemudian merespon supaya tidak semakin berdampak ke pertumbuhan ekonomi dan memanfaatkan pelonggaran suku bunga global.
Mirza turut meyakini bahwa optimisme terhadap ekonomi sudah lebih baik di semester II nantinya. "Kita sudah selesai pemilu, suku bunga sudah turun, biasanya itu akan bangkitkan optimisme untuk meningkatkan aktivitas ekonomi," ucap dia.
Selain itu, ia mengatakan bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang bisa dilakukan BI nantinya tak hanya dari suku bunga acuan. Namun dapat pula dari sisi Giro Wajib Minimum (GWM) atau kebijakan makroprudensial yang akomodatif.
(Baca: Sri Mulyani Nilai Penurunan Suku Bunga Acuan Akan Pacu Investasi)
Utang Luar Negeri Tumbuh Melambat
BI mencatat utang luar negeri (ULN) masih menjadi salah satu sumber terbesar pembiayaan perekonomian dalam negeri. Tercatat pembiayaan perekonomian melalui utang itu per Juni 2019 mencapai Rp 2.133 triliun.
Mirza mengatakan, utang luar negeri menjadi sumber pembiayaan kedua terbesar setelah kredit bank umum. "Jadi, bisa enggak negara ini hidup tanpa utang luar negeri? Negara kita butuh (ULN) agar bisa menopang perekonomian saat ini," katanya.
Ia pun menambahkan kebutuhan utang ini sangat penting guna menjaga perekonomian. Adapun sumber pembiayaan melalui ULN tercatat meningkat 10,5% dibanding Juni 2018 sebesar Rp 1.930 triliun. Tetapi, pertumbuhannya melambat, dari 14,5% menjadi 10,5% secara tahunan (year on year/yoy).
(Baca: BI: Utang Luar Negeri Indonesia pada Mei 2019 Tumbuh Melambat 7,4%)
Sebagi informasi, sumber pembiayaan perekonomian pertama di Indonesia saat ini yakni melalui kredit bank umum. Tercatat, sumber pembiayaan perekonomian dari kredit bank umum hingga Juni 2019 yaitu sebesar Rp 5.228 triliun dari total Rp 9.093 triliun pembiayaan perekonomian secara keseluruhan.
Sementara, sumber pembiayaan perekonomian selanjutnya adalah pasar modal yang menyumbangkan sebesar Rp 922 triliun, disusul industri keuangan non bank (IKNB) yang menyumbangkan Rp 698 triliun. Kemudian, disusul kredit BPR yang menyumbangkan Rp 105 triliun dan fintech sebesar Rp 8,3 triliun.