BI Diperkirakan Tahan Suku Bunga Acuan di 6% Bulan Ini

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kanan) didampingi Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto (tengah) dan Dody Budi Waluyo (kiri), menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur BI bulan April 2019 di kantor pusat BI, Jakarta, Kamis (25/4/2019). Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
18/6/2019, 19.23 WIB

Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pertengahan pekan ini. Kepala Ekonom Lembaga penelitian ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) Khor Hoe Ee menilai, BI belum perlu memangkas suku bunga acuannya saat ini.

Ada sejumlah pertimbangan yang membuat bank sentral menahan suku bunga. Salah satunya karena bank sentral Amerika Serikat, The Fed, masih akan melakukan hal serupa. "BI belum memiliki alasan kuat untuk memangkas suku bunga acuannya," ujar Khor dalam siaran persnya, Selasa (18/6).

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut dia, masih kuat. Angka pertumbuhannya di level 5,07% pada Kuartal I-2019 merupakan capaian yang cukup baik dibandingkan negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. "Selama arah pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas 5%, BI belum terdesak untuk menurunkan suku bunga acuan. Sebab, tingkat inflasi dan tingkat konsumsi masih terjaga," katanya.

Lalu, kondisi neraca pembayaran Indonesia masih sangat rentan. Sebab, defisit transaksi berjalan belum kunjung menyempit lantaran besarnya impor bahan baku dan barang modal yang tinggi. Defisit transaksi berjalan harus dikompensasi oleh surplus transaksi modal dari investasi portofolio maupun investasi asing langsung (FDI).

(Baca: BI dan The Fed Diprediksi Pangkas Bunga Acuan, IHSG Melesat 1,08%)

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo sempat menjelaskan bahwa BI masih mencermati kondisi pasar keuangan global dan neraca pembayaran Indonesia terkait penahanan suku bunga. Jika mempertimbangkan inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang perlu didorong, maka Perry mengakui bahwa BI sudah tahu akan adanya ruang untuk menurunkan suku bunga.

"Bukannya BI tidak pro pertumbuhan ekonomi. Masalahnya, kami perlu melihat bagaimana kondisi pasar keuangan global dan neraca pembayaran," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Kondisi pasar global, menurut Perry, masih diliputi ketidakpastian imbas perang dagang, Brexit dan masalah geopolitik. Hal ini membuat pasar keuangan rentan mengalami pembalikan arus modal asing.

Perry menambahkan, hal tersebut juga memberikan risiko pembiayaan dari defisit transaksi berjalan. Menurut dia, secara musiman pada kuartal kedua defisit transaksi berjalan lebih tinggi dari kuartal lainnya. Hal ini karena adanya pembayaran utang, repatriasi, dividen dan pembayaran bunga yang dilakukan oleh korporasi.

(Baca: Spekulasi BI akan Pangkas Bunga Acuan pada Pekan Depan Makin Menguat)

Ia berharap di semester dua tahun ini ketidakpastian global akan mereda agar di kuartal mendatang defisit transaksi berjalan akan turun. Selain itu, Perry juga berharap modal asing dapat terus masuk guna mendorong stabilitas ekonomi Indonesia.

Sebagai informasi, saat ini suku bunga acuan BI atau BI 7-days reverse Repo Rate berada di level 6% dengan suku bunga lending facility 6,75% dan deposit facility sebesar 5,25%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria