Kementerian Keuangan mencermati risiko global yang membayangi negara berkembang, salah satunya aliran modal keluar secara tiba-tiba (sudden capital outflow). Untuk mengantisipasinya, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan pemerintah perlu menjaga daya tarik imbal hasil dalam negeri.
"Antisipasi sudden capital outflow adalah menjaga fundamental ekonomi dan tingkat imbal hasil. Dengan demikian, dana asing dapat tetap bertahan di Indonesia di tengah ketidakpastian global," ujar Piter kepada katadata.co.id, Selasa (23/4).
Oleh karena itu, Piter berpesan agar Bank Indonesia (BI) tidak menurunkan tingkat bunga acuannya demi mengantisipasi risiko sudden capital outflow. Selain itu, Piter menilai perlunya penurunan porsi investor asing di dalam negeri, dengan meningkatkan kepemilikan domestik.
(Baca: Jokowi Targetkan Tahun 2020 Pertumbuhan Ekonomi Mampu Capai 5,6%)
Memperbesar kepemilikan domestik dipandang Piter penting sebab Indonesia sebagai negara berkembang, struktur pembiayaan yang didominasi asing, yaitu 40%, menghadapi risiko sudden capital outflow setiap saat. "Jika mereka serentak keluar dari pasar keuangan kita, rupiah akan rontok dan beban utang luar negeri menjadi berlipat ganda," ujarnya.
Potensi sudden capital outflow menjadi salah satu topik yang dibahas saat Kementerian Keuangan mengunjungi Spring Meeting Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Washington, beberapa waktu yang lalu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, kejutan di pasar keuangan global memiliki dampak pada negara berkembang.
(Baca: Asumsi Makro Meleset, Pemerintah Dinilai Perlu APBN-P)
Suahasil menyebut ada dampak interkoneksi yang kuat terhadap negara-negara emerging. Selain itu, tendensi peningkatan risiko di pasar keuangan dunia masih dirasakan, meskipun bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menunda kenaikan bunga acuan. Kementerian Keuangan menurutnya akan terus mewaspadai gejolak global, seperti perang dagang, ketidakpastian kebijakan, risiko geopolitik dan pengetatan kondisi keuangan global.
Meskipun dibayang-bayangi risiko outflow, Suahasil mengatakan aliran modal sepanjanga kuartal I 2019 meningkat. Total aliran modal masuk mencapai Rp 85,9 triliun. Aliran dana masuk terdiri dari saham sebesar Rp 10,6 triliun dan surat utang maupun sertifikat Bank Inndonesia, sebesar Rp 75,3 triliun. Capaian tersebut lebih baik dibandingkan kuartal I 2018 yang mengalami outflow Rp 9 miliar.