Nilai tukar rupiah menembus 14.314 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan di perdagangan pasar spot, Jumat (8/3). Dibandingkan hari sebelumnya, rupiah melemah 1,21% atau memimpin kejatuhan mata uang negara Asia. Posisi rupiah tersebut yang terlemah dalam dua bulan terakhir diperkirakan karena faktor spekulasi.
Mengacu pada Bloomberg, pelemahan mata uang diikuti oleh won Korea 0,64%, rupee India 0,18%, dan dolar Taiwan 0,11%. Kemudian, yuan Tiongkok 0,09%, ringgit Malaysia dan peso Filipina yang masing-masing melemah 0,07%.
Sementara itu, dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang utama dunia lainnya. Ini tercermin dari indeks DXY yang kembali mencapai 97,45 atau tertinggi dalam dua bulan terakhir. Sebaliknya, euro tercatat melemah menjadi 1,12 per dolar AS atau terendah dalam dua bulan terakhir.
(Baca: Rupiah Melemah Jadi 14.100 per Dolar AS, BI Menilai Level yang Stabil)
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah Redjalam menilai pelemahan rupiah bukan disebabkan oleh faktor fundamental, melainkan lantaran adanya aksi spekulan.
"Ketika sentimen terjadi, rupiah yang sudah mengalami penguatan terbesar cenderung mendapat tekanan terbesar. Kadang ada permainan juga. Kalau tidak volatile besar, pemain tidak bisa untung besar," kata dia kepada Katadata.co.id.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan pelemahan itu terjadi imbas penguatan dolar AS karena sejumlah faktor eksternal. "Dalam seminggu terakhir terjadi perkembangan di ekonomi global yang mendorong terjadinya risk off terhadap sentimen di pasar keuangan global yang mendorong menguatnya dolar AS," ujarnya.
Ia menjelaskan, membaiknya data manufaktur AS mengindikasikan adanya perbaikan ekonomi negara tersebut. Hal ini yang kemudian memberi sentimen positif terhadap pergerakan dolar AS. Sentimen positif terhadap mata uang greenback tersebut juga seiring penurunan proyeksi ekonomi Eropa.
(Baca: Dana Asing Mengalir Deras Tiap Pemilu, Ada Apa?)
Selain itu, Perry mengatakan kenaikan harga minyak dunia juga berdampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah. Kenaikan harga minyak terjadi karena berbagai faktor, seperti sanksi AS terhadap Venezuela, belum tercapainya kesepakatan antara AS dan Korea Utara terkait denuklirisasi, hingga belum adanya jalan keluar terkait Brexit.
Meski nilai tukar rupiah rupiah melemah, Perry memastikan kondisi ekonomi domestik terjaga dengan baik. Hal tersebut tercermin dari inflasi yang rendah, survei ekspektasi konsumen yang membaik, aliran masuk modal asing, dan cadangan devisa yang meningkat.
Ke depan, BI akan terus memastikan nilai tukar rupiah tetap terjaga. Perry menyatakan pihaknya akan terus berada di pasar guna memastikan pasokan valuta asing (valas) terjaga dengan baik.
(Baca: Tahan Dana Repatriasi, Ekonom Dukung Penerbitan Obligasi Retail Dolar)