Istana Kepresidenan menganggap pertumbuhan ekonomi 5,17% yang dicapai pada 2018 merupakan sebuah prestasi di tengah perlambatan yang terjadi di negara-negara lain. Pemerintah mampu menjaga inflasi rendah sehinggga pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap menopang laju pertumbuhan ekonomi.
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika mengatakan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun lalu hanya 6,5% atau turun dari 6,9% pada 2015. Dalam periode yang sama ekonomi Korea Selatan juga melambat dari 2,8% menjadi 2%. Begitu pula India yang pertumbuhannya melambat dari 7,4% tahun 2015 menjadi 6,7% tahun lalu.
Erani juga mengatakan untuk kawasan Asia Tenggara, ekonomi Indonesia dapat dikatakan baik. Dia mencontohkan pertumbuhan ekonomi Malaysia pada kuartal IV 2018 lalu mencapai 4,4%. Sedangkan Bank Dunia memperkirakan ekonomi negeri jiran tersebut hanya tumbuh 4,7% atau turun dari 5,1% pada 2015. "Jadi kita terbang saat negara lain menukik turun," kata Erani, dalam keterangan resminya semalam.
Ia juga menyebut tumbuhnya beberapa sektor seperti manufaktur yang mencapai 4,27% patut disyukuri. Pada 2015, sektor ini hanya bertumbuh 4,25%. Begitu pula sektor pertambangan yang meningkat signifikan tahun lalu sebesar 2,16% dari minus 5,08% pada 2015. "Setidaknya pemerintah mampu menjaga pertumbuhan positif manufaktur saat proses transformasi ekonomi berjalan," ujar Erani.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun lalu dapat dicapai dengan menjaga inflasi rendah. Hal ini berdampak kepada pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,05% atau naik dari 4,98% pada 2017. Erani mengatakan pemerintah menjaga harga barang terutama bagi masyarakat ekonomi rendah.
"Berbagai program menjaga daya beli diinisiasi pemerintah seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Beras Sejahtera (Rastra), dan Rumah Pangan Kita," kata Erani.
Bukan hanya pertumbuhan ekonomi, Erani juga menyatakan tiga masalah ekonomi mematikan, yakni kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan dapat dikurangi. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa angka kemiskinan RI September 2018 turun menjadi 9,66% padahal empat tahun sebelumnya masih berada pada angka 11%.
(Baca: Kinerja Ekspor Lemah, Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi Tertinggi 5,17%)
Tingkat Pengangguran Terbuka tahun 2018 hanya 5,3% atau turun dari 2014 yang masih berada pada angka 5,94%. Sedangkan gini rasio Indonesia pada 2018 hanya 0,38 atau turun dari 0,41 pada 2014. "Ini pencapaian yang tidak pernah diperoleh sepanjang satu dekade sebelum 2015," pungkasnya.
BPS menyebut ekonomi 2018 disokong oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi, serta melonjaknya konsumsi lembaga non-profit yang melayani masyarakat (LNPRT) jelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres).
Sejatinya, pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% pada tahun ini. Namun, capaian tersebut meleset. Melesetnya target lantaran pertumbuhan ekspor yang melemah, sementara pertumbuhan impor melonjak nyaris dua kali ekspor. Alhasil, terjadi net-impor yang berkontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Di tengah perekonomian global yang masih tidak tentu arahnya, harga komoditas yang cenderung turun, ini (pertumbuhan ekonomi 2018) menggembirakan,” kata Kepala BPS Suhariyanto.
(Baca: Ekonomi Indonesia Naik Kelas, tapi Ada Risiko Gagal Jadi Negara Maju)