Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengembangkan program Kemitraan Ekonomi Umat dengan menggandeng pondok pesantren dan organisasi berbasis keagamaan untuk mencetak para santri yang menjadi wirausahawan (santripreneur) dan petani muda. Program ini diyakini dapat mengurangi ketimpangan dan memperluas pemerataan ekonomi.
“Program ini merupakan implementasi dan tindak lanjut dari Kebijakan Pemerataan Ekonomi dan Kongres Ekonomi Umat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI),” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam Peresmian Program Santripreneur dan Petani Muda, seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (26/12).
Lembaga berbasis keagamaan telah mengakar kuat di tengah masyarakat terutama di wilayah perdesaan sehingga bisa menjadi salah satu mesin pembangunan. Berdasarkan data Kemenko Perekonomian, ada sekitar 28 ribu pondok pesantren di seluruh Indonesia dengan jumlah santri lebih dari 4 juta orang.
Program percontohan yang diluncurkan di Pondok Pesantren Pemberdayaan Umat, Desa Cibuntu, Kabupaten Bogor ini akan memfasilitasi berbagai inisiatif kemitraan antarumat. Kelompok yang difasilitasi adalah kelompok masyarakat berbasis pondok pesantren, masyarakat sekitar pondok pesantren, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mendapatkan akses ke kelompok usaha besar.
Hingga saat ini, Kemenko Perekonomian telah mendorong dan memfasilitasi 16 kelompok usaha besar untuk bermitra dengan pondok pesantren dan kelompok masyarakat berbasis keagamaan. Selain itu, pemerintah juga berkolaborasi dengan beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) besar Islam, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Ummat Islam (PUI), dan Al-Ittihadiyah. Kerja sama dengan ormas lainnya akan terus dilakukan ke depan.
Darmin mengatakan, program Santripreneur dan Petani Muda yang diresmikan hari ini juga merupakan bagian dari Program Kemitraan Ekonomi Umat. Santripreneur merupakan wadah untuk mencetak wirausaha baru pertanian dalam rangka regenerasi petani. Program ini juga bertujuan untuk mengembangkan potensi lahan non-produktif, termasuk di pondok pesantren.
Kedua program tersebut dirancang bagi santri tingkat akhir, alumni pondok pesantren dan masyarakat sekitar pondok pesantren, pemuda yang sedang atau baru lulus sekolah atau kuliah, serta tunakarya yang berminat pada usaha di bidang pertanian. Cakupan kegiatannya meliputi pelatihan serta pengembangan usaha pertanian pasca pelatihan.
Selain itu, ada pelatihan dan pengembangan usaha yang difokuskan pada pengembangan komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi, khususnya hortikultura yang diintegrasikan dengan usaha peternakan dan perikanan. Kolaborasi juga dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memfasilitasi aspek penyediaan lahan, akses pembiayaan, teknologi, pasar, dan pendampingan.
(Baca: Pemerintah Izinkan Pemda Buat Kurikulum SMK Sesuai Potensi Ekonomi)
Transformasi Ekonomi Desa
Dalam kesempatan tersebut, Darmin menyebutkan, ada satu hal penting yang perlu menjadi perhatian untuk mengatasi ketimpangan. Menurutnya, setelah menyasar pembangunan infrastruktur dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi, Indonesia perlu membangun logistik yang efisien.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong transformasi ekonomi desa dari ekonomi yang subsisten ke komersial. “Dengan begitu, kita bisa menjadi bangsa dan negara yang makin tahan terhadap gejolak ekonomi global,” ujarnya.
Darmin berharap, pelaksanaan program percontohan yang diinisiasi oleh Direktorat Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir IPB, Medco Foundation, dan Yayasan Jam’iyyatul Hidayah ini dapat berjalan dengan sukses. “Saya juga berharap ini dapat direplikasi melalui dukungan kelompok usaha lain, BUMN, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, perbankan, dan organisasi kemasyarakatan,” kata dia.
(Baca: Jokowi Minta Balai Latihan Kerja Di Pesantren Dibangun Awal 2019)