Defisit Besar Neraca Dagang, Ekonom Prediksi Bunga Acuan BI Naik

Arief Kamaludin|KATADATA
Bank Indonesia
19/12/2018, 21.26 WIB

Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada Kamis (20/12). Para ekonom punya prediksi berbeda terkait arah kebijakan bunga acuan. Beberapa melihat kemungkinan kenaikan lanjutan bunga acuan dari posisi sekarang ini yang sebesar 6%.

Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja melihat BI mungkin saja mengerek lagi bunga acuan untuk mengendalikan aktivitas ekonomi domestik sehingga defisit neraca dagang bisa diredam. "BI naikkan bunga acuan mungkin karena defisit neraca perdagangan melebar,” kata dia dalam Media Gathering di Jakarta, Kamis (19/12). 

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir neraca dagang defisit US$ 2,05 miliar pada November. Ini merupakan defisit neraca dagang terbesar sejak Agustus 2013 lalu.  Penyebabnya, ekspor yang anjlok dan masih tingginya impor. Bila dijumlahkan, defisit neraca dagang sepanjang tahun ini tercatat sebagai yang terbesar sepanjang sejarah. 

(Baca juga: Defisit Neraca Dagang Terburuk, Sri Mulyani dan BI Sebut Faktor Global)

Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan juga memperkirakan BI akan mengerek bunga acuannya. "Kemungkinan akan ada frontload. Artinya naik 25 basis points," ujar dia. Perkiraan tersebut lantaran ia melihat potensi masih lebarnya defisit neraca transaksi berjalan atau neraca dagang barang dan jasa.

Ia memprediksi defisit neraca transaksi mencapai lebih dari 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan IV tahun ini. Sementara itu, defisit transaksi berjalan untuk keseluruhan tahun diperkirakan di atas 3% terhadap PDB alias di atas batas aman yang dibidik otoritas.

Berbeda pendapat, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam menilai BI akan tetap memertahankan bunga acuan pada posisi 6%. Sebab, ia memperkirakan bunga acuan AS tetap pada Desember ini. Selain itu, nilai tukar rupiah cukup aman.

"Rupiah sudah sempat menguat cukup significant selama November. Saat ini rupiah juga masih bertahan cukup aman di bawah Rp 15.000 per dolar AS," ujarnya.

(Baca juga: Rupiah Perkasa Ditopang Meredupnya Sinyal Kenaikan Agresif Bunga AS)

Adapun sepanjang tahun ini BI telah mengerek secara agresif bunga acuannya sebanyak 175 basis poin hingga ke level 6%. Terakhir kali, kenaikan dilakukan pada November lalu guna mengantisipasi kenaikan bunga acuan AS pada Desember sekaligus mengendalikan defisit transaksi berjalan.

Reporter: Rizky Alika