Pemerintah menetapkan harga jual eceran minimum untuk produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) termasuk yang digunakan untuk vape dan shisha. Ketetapan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 156 Tahun 2018 tentang Cukai Hasil Tembakau.
“Menambah ketentuan terkait batasan harga jual eceran minimum Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL),” demikian tertulis dalam siaran pers Kementerian Keuangan yang dilansir Minggu (16/12). Ketentuan ini berlaku mulai 1 Januari 2019. Dalam peraturan sebelumnya, PMK 146 Tahun 2017 tentang Cukai Hasil Tembakau, tidak ada ketentuan harga jual eceran minimum.
(Baca juga: Pengusaha Tekan Harga Rokok Elektrik Meski Cukai Berlaku 57%)
Pemerintah memberlakukan harga jual eceran minimum untuk keseluruhan empat jenis produk HPTL, yaitu ekstrak dan esens tembakau, tembakau molasses, tembakau hirup (snuff tobacco), dan tembakau kunyah (chewing tobacco). Adapun bahan vape masuk dalam jenis ekstrak dan esens tembakau, sedangkan bahan shisha masuk dalam jenis tembakau molasses.
No. urut | Produk HTPL | Harga Jual Eceran Minimum | Tarif Cukai |
1 | Ekstrak dan esens tembakau | 57% | |
a. Batang | Rp 1.350/batang | ||
b. Cartridge | Rp 30.000/cartridge | ||
c. Kapsul | Rp 1.350/kapsul | ||
d. Cair | Rp 666/mililiter | ||
2 | Tembakau Molases | Rp 175/gram | |
3. | Tembakau Hirup | Rp 175/gram | |
4 | Tembakau Kunyah | Rp 175/gram |
Sumber: Kementerian Keuangan
Sementara itu, tarif cukai HPTL masih sama yaitu 57% dari harga jual eceran, sebagaimana berlaku mulai 1 Juli 2018 lalu. Kementerian Keuangan berharap ketentuan cukai HPTL bisa mendukung target penerimaan cukai tahun depan. “Kinerja penerimaannya dalam tiga bulan terakhir sudah mencapai lebih dari Rp 154,1 miliar,” demikian tertulis.
Di sisi lain, PMK 156 Tahun 2018 menetapkan tidak ada perubahan tarif cukai maupun harga jual eceran minimum untuk hasil tembakau (HT) atau rokok. Hal ini sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Kementerian Keuangan menyatakan penyusunan kebijakan HT mempertimbangkan aspek-aspek tertentu, yaitu pengendalian konsumsi rokok, penerimaan negara, tenaga kerja, dan pemberantasan rokok ilegal.
Sepanjang 2013–2018, kenaikan tarif cukai dan penyesuaian harga jual eceran HT telah berhasil mengendalikan produksi HT dengan penurunan produksi sebesar 2,8% dan meningkatkan penerimaan negara sebesar 10,6%. Namun, pemerintah menilai perlunya memberikan ruang bagi industri padat karya dengan menjaga keberlangsungan tenaga kerja yang perkembangannya stagnan.
“Selanjutnya, pencapaian target penerimaan cukai hasil tembakau tahun 2019 akan lebih memfokuskan pada upaya pemberantasan peredaran rokok illegal,” demikian tertulis. Dengan begitu, industri rokok legal dapat tumbuh dan mengisi pasar illegal yang pada akhirnya diharapkan dapat menambah penerimaan negara sekaligus menjaga keberlangsungan tenaga kerja.