Bank Dunia (World Bank) memperkirakan Malaysia akan beralih dari negara berkembang (upper middle income) menjadi negara maju alias negara berpendapatan tinggi (high income) antara 2020-2024 mendatang, jauh meninggalkan Indonesia. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan pemerintah perlu mendorong industri dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) agar Indonesia bisa cepat naik tingkat.
Fithra menjelaskan, pendapatan per kapita Malaysia telah berada di atas US$ 10 ribu per tahun (upper middle income), sementara Indonesia berkisar US$ 3-4 ribu per tahun (lower middle income). Perbedaan tersebut menunjukkan gap antara Indonesia dengan Negeri Jiran saat ini. Dalam perhitungannya, Malaysia membutuhkan pertumbuhan pendapatan per kapita hingga 8,4% per tahun untuk mencapai target menjadi negara maju.
Lantas, apa artinya bagi Indonesia? Indonesia memerlukan pertumbuhan dua kali lipatnya untuk bisa mengejar ke posisi yang sama. Sebab, “Indonesia masih merupakan negara lower middle income,” kata dia kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
(Baca juga: Faisal Basri: Pertumbuhan Ekonomi Tak Cukup Bila Hanya 5%)
Adapun, pemerintah Indonesia mengharapkan kenaikan tingkat menjadi negara maju pada 2045 mendatang. Fithra menjelaskan untuk mencapai posisi upper middle income, pertumbuhan income per kapita Indonesia perlu mencapai 5-6% per tahun dibandingkan rata-rata laju pertumbuhan saat ini 3,7-4%. Untuk itu, perlu ada upaya keras, di antaranya dengan mendorong industri hingga memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM).
Ia menjelaskan, kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Indonesia mengalami penurunan (deindustrialisasi). Pada 2013, kontribusinya sebesar 21,03% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sementara pada 2017 menjadi 20,16% terhadap PDB. "Sementara Malaysia jadi negara yang kontribusi terhadap PDB lebih tinggi, minimal tidak jatuh seperti Indonesia," ujarnya.
(Baca juga: Dorong Industri Elektronika Sekelas Dunia, Pemerintah Genjot Investasi)
Di sisi lain, produktivitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia belum optimal hanya tumbuh 3% per tahun. "Jauh di bawah inflasi, jauh dari pertumbuhan ekonomi. Ini menunjukkan tidak produktif," kata dia. Maka itu, pemerintah perlu mengoptimalkan peran penduduk usia produktif di antaranya dengan perbaikan kurikulum di sekolah dan peningkatan kemampuan (skill) tenaga kerja.
Sementara ini, Fithra menjelaskan, 70% dari jumlah tenaga kerja merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) ke bawah. Latar belakang pendidikan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja pada sektor industri. Sementara itu, kurikulum pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak terlalu terkait dengan sektor industri. "Hal ini jadi hambatan kita buat jadi negara maju dalam waktu dekat," ujar dia.
Adapun pada 2025 hingga 2030, Indonesia mengalami bonus demografi, yaitu penduduk dengan usia 15-64 tahun atau usia produktif lebih dominan dibandingkan dengan jumlah penduduk tidak produktif. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan jumlah penduduk usia produktif pada periode tersebut mencapai 64% dari total populasi yang diproyeksikan mencapai 297 juta jiwa.
Bila bisa dikelola dengan baik, bonus demografi ini bisa menjadi kunci bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. Di sisi lain, ia meragukan Malaysia bisa mencapai high income pada 2024 lantaran tidak memiliki angkatan kerja dalam jumlah besar untuk menopang industri.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga menyampaikan pendapat senada. Menurut dia, perlu kerja yang lebih keras untuk naik level. Bila pertumbuhan ekonomi rata-rata bisa mencapai 5,6% per tahun, Indonesia diprediksi bisa naik level menjadi negara maju pada 2045 dengan pendapatan per kapita di atas 10 ribu.
(Baca juga: 4 Tahun Jokowi, Menko Darmin: Pertumbuhan Ekonomi Naik Pelan-pelan)
Indonesia bisa saja naik level lebih cepat yaitu di tahun 2040 jika pertumbuhan ekonomi bisa digenjot lebih tinggi yaitu mencapai 6,4%. Namun, untuk mencapai ini, Indonesia harus kerja sangat keras. Perry menjelaskan, kontribusi SDM terhadap perekonomian perlu ditingkatkan, begitu juga dengan rasio investasi riil. "Itu indikator untuk menaikkan jadi higher income," ujarnya.
Adapun peluang yang dapat dilakukan hingga 2030 adalah mengandalkan pola hidup dengan tingkat saving (tabungan) lebih rendah, konsumsi tinggi, dan permintaan (demand) yang besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, tenaga kerja terdidik perlu ditingkatkan di tengah bonus demografi. Peluang berikutnya adalah pengembangan ekonomi digital. Di sisi lain, Indonesia harus bisa menghadapi tantangan terhadap perekonomian ke depan yang terutama berasal dari dinamika ekonomi global.