Kementerian Keuangan mencatat realisasi subsidi energi hingga akhir September 2018 telah mencapai Rp 92,5 triliun atau 97,9% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Secara khusus, realisasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji tercatat sudah melewati target.
Besarnya realisasi lantaran adanya penambahan subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dari semula Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter. Penambahan untuk merespons lonjakan harga minyak dan anjloknya kurs rupiah. Selain itu, pembayaran tunggakan subsidi tahun-tahun sebelumnya.
"Ada kenaikan susbidi BBM dan elpiji untuk melunasi utang sesuai audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Rp 12 triliun," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani dalam Konferensi Pers Kinerja APBN 2018 di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu (17/10).
(Baca juga: Arah Harga BBM di Tengah Anggaran Subsidi Energi 2019 yang Naik Tipis)
Secara rinci, realisasi subsidi BBM dan elpiji telah mencapai Rp 54,3 triliun atau 115,9% dari target yang sebesar Rp 46,9 triliun. Capaian tersebut tumbuh 96,7% dibandingkan periode sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi subsidi listrik mencapai Rp 38,2 triliun atau 80,2% dari target yang sebesar Rp 47,7 triliun. Capaian tersebut tumbuh 25,2% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Sebelumnya, pemerintah memprediksi anggaran subsidi kemungkinan bisa jebol Sampai 163,4 triliun. Proyeksi tersebut dengan perkiraan rata-rata harga minyak mentah Indonesia US$ 70 per barel dan rupiah 13.973 per dolar AS. Adapun per September, rata-rata harga minyak mentah Indonesia US$ 68 per barel dan rupiah Rp 14.119 per dolar AS.
(Baca juga: Tersandera Harga BBM, Laba Pertamina Diprediksi di Bawah US$ 6 Miliar)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan realisasi pembayaran subsidi tersebut sesuai dengan komitmen pemerintah. "Jadi untuk subsidi migas, kami memang melakukan apa yang sudah kami anggarkan plus rekomendasi dari BPK untuk membayar kekurangan tahun lalu," ujar dia.