Ekonom Sarankan BI Tidak Menaikkan Suku Bunga Acuan Lagi

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Rizky Alika
6/9/2018, 17.44 WIB

Perusahaan manajemen investasi PT Bahana TCW Investment Management menilai, Bank Indonesia (BI) sebaiknya tidak menaikkan lagi suku bunga acuan. Sejak awal tahun ini kenaikan 7-day (Reverse) Repo Rate mencapai 125 basis poin menjadi 5,5%.

Direktur Strategi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat berpendapat, jika BI kembali menaikkan suku bunga acuan maka efeknya terhadap pasar domestik takkan besar.

“Kalau dinaikkan terus justru membunuh pertumbuhan ekonomi,” tuturnya, di Jakarta, Kamis (6/9). Hal ini disampaikan melalui pengarahan terbatas kepada sejumlah awak media bertajuk Benarkah Krisis 1998 Berulang?.

(Baca juga: Luhut: Memainkan Pelemahan Rupiah adalah Pengkhianatan Bangsa)

Saran yang diajukan Bahana TCW Investment Management, yakni bank sentral perlu memperkuat kebijakan makroprudensial lain. Kebijakan ini mencakup upaya apapun yang dilakukan BI untuk menjaga kestabilan sistem keuangan. Sayangnya, Budi pun tak menyebutkan lebih detil bentuk kebijakan makroprudensial apa lagi yang perlu diintensifkan.

(Baca juga: Menko Darmin "Pede" Bauran Kebijakan Ampuh Perkuat Rupiah)

Laporan tim Global Economics & Markets Research UOB untuk kuartal III/2018 menyebutkan bahwa kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah mata uang menguat. Hal ini seiring rencana kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve.

Selain itu dinyatakan pula bahwa pertumbuhan ekspor negara-negara Asia melambat akibat eskalasi perang dagang AS dan Tiongkok. Kondisi ini berdampak kepada pelemahan kurs mata uang sejumlah negara termasuk rupiah. Sejak awal tahun ini, mata uang Garuda terdepresiasi 8% terhadap dolar AS.

Sejak 7-day (Reverse) Repo Rate naik ke level 4,75% pada Mei tahun ini, BI berjanji melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah. Kini bunga acuan BI berada di posisi 5,5%. UOB menilai, upaya intervensi bank sentral belum ampuh menahan tekanan dari pasar global.

(Baca juga: Istana Minta Masyarakat Tak Panik dengan Pelemahan Rupiah)

Budi menyatakan, tekanan dari perekonomian dunia akan berlanjut. Pasalnya, Federal Reserve memberi sinyal kenaikan Fed Funds Rate lagi. Pertimbangan bank sentral AS menerapkan tren kenaikan suku bunga acuan, salah satunya melihat data upah penduduk.

"Data gaji di AS itu menentukan. Kalau upah naik, memicu inflasi yang susah dikendalikan sehingga perlu pengetatan (likuiditas)," katanya.