Indonesia mendapatkan peringkat Investment Grade alias layak investasi dari lembaga pemeringkat Fitch Ratings. Penilaian ini diklaim pemerintah mengindikasikan strateginya dalam menjaga kestabilan perekonomian di tengah dinamika perekonomian global sudah pas.
"Reaksi itu mengonfirmasikan bahwa yang kami lakukan tepat, sesuai dengan kondisi yang kita hadapi," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/9).
(Baca juga: Bahas Investasi Hyundai, Presiden Akan Bertolak ke Korea Selatan)
Dia mengatakan, meskipun peringkat layak investasi dianggap sebagai gambaran kondisi ekonomi yang stabil, pemerintah tetap mengupayakan perbaikan di berbagai sisi. Penilaian dari lembaga pemeringkat akan terus dipantau dan dievaluasi.
Realisasi investasi pada semester pertama tahun ini mencapai Rp 361,6 triliun, baru 47,3% dari yang ditargetkan hingga akhir tahun sebesar Rp 765 triliun. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp 204,6 triliun atau 42,9% dari target sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sejumlah Rp 157,6 triliun setara 54,6 % dari target.
Fitch Ratings mengafirmasi bahwa Sovereign Credit Rating Indonesia berada di level BBB/outlook stabil. Beberapa faktor pendukung penilaian ini ialah beban utang pemerintah relatif rendah serta prospek pertumbuhan ekonomi yang baik.
(Baca juga: Mandiri Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi ke 5,16%)
Dari sisi moneter, kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia (BI) juga dinilai efektif dalam upaya menstabilkan arus modal asing. Tapi pasar aset di dalam negeri agaknya tetap rentan menghadapi kegelisahan para pelaku pasar.
Kendati demikian, Indonesia memiliki garis pertahanan kedua (second line of defense) melalui perjanjian bilateral dengan Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Pemerintah juga berpartisipasi di dalam Inisiatif Chiang Mai, yaitu pengaturan swap mata uang regional ASEAN.
(Baca juga: BI Bisa Pakai Garis Pertahanan Kedua untuk Jaga Rupiah)