Para ekonom memperingatkan risiko perebutan dana di pasar keuangan antara pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan pelaku usaha. Hal ini menyusul bertambahnya instrumen di pasar keuangan setelah BI mengaktifkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 9 bulan dan 12 bulan guna menarik dana asing.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan, sekarang ini, daya tarik Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah tengah menurun imbas naiknya imbal hasil US Treasury. Hal itu tercermin dari turunnya kepemilikan asing di SBN.
Dalam kondisi daya tarik yang tengah turun tersebut, SBN diperhadapkan dengan BI yang mengaktifkan kembali SBI. Alhasil, “Ada potensi terjadinya perebutan dana antara BI dan pemerintah,” kata Bhima kepada katadata.co.id, Senin (23/7).
(Baca juga: Hidupkan Lagi SBI Tenor Panjang, BI Kantongi Total Rp 6,8 Triliun)
Lebih jauh, ia menyebut, perebutan dana juga bisa melibatkan pelaku usaha. Penyebabnya, pertama, perbankan bisa saja lebih tertarik untuk membeli SBI dan SBN dibandingkan menyalurkan dananya dalam bentuk kredit ke pelaku usaha alias sektor riil. Kedua, perusahaan yang mencari pendanaan bisnis dengan menerbitkan surat utang atau obligasi juga harus bersaing dengan SBI dan SBN untuk menarik dana.
“Apalagi tren sekarang swasta lebih cari pendanaan alternatif melalui obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD),” kata dia. Mengutip data BI, per Mei 2018, pendanaan alternatif ini naik 60,2% dibandingkan posisi sama tahun lalu.
Bila perebutan dana tersebut terjadi, ia pun menduga perusahaan bakal terpaksa menawarkan bunga yang lebih menarik buat memenangkan dana. “Kalau enggak hati-hati bisa mengerek cost of borrowing pelaku usaha. Apalagi di tengah tren kenaikan bunga acuan, investor harapkan return bunga yang makin tinggi,” ujarnya.
(Baca juga: Darmin Dukung Langkah Baru BI untuk Menarik Dana Investor Asing)
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah juga tak menampik adanya risiko perebutan dana, khususnya antara BI dan pemerintah. Namun, dalam kondisi sekarang, SBI memang diharapkan bisa menjadi alternatif untuk menarik dana asing.
Meski begitu, menurut dia, BI dan pemerintah semestinya bisa mengambil kebijakan yang tidak populis saat keadaan masih stabil untuk meredam arus keluar tiba-tiba dana asing (sudden reversal). Adapun kebijakan menerbitkan kembali SBI dianggapnya sebagai langkah jangka pendek yang memang harus dilakukan BI dalam kondisi sudden reversal yang tengah terjadi.
“Sekarang enggak bisa melakukan sesuatu yang (signifikan untuk) mengurangi sudden reversal. BI dan pemerintah harusnya berani melakukan sesuatu yang countercylical pada waktu banjir portofolio, melakukan sesuatu untuk mencegah sudden reversal,” kata dia.