Lebih Optimistis, BI Ramal Neraca Dagang Juni Surplus US$ 1 Miliar

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Rizky Alika
12/7/2018, 12.47 WIB

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperbaiki prediksi neraca perdagangan Juni yang akan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Dengan optimistis, pemimpin bank sentral itu meramal perdagangan Indonesia surplus hingga US$ 1 miliar pada bulan lalu.

Sebelumnya, Perry menghitung nilai transkasi dagang Indonesia hanya berlebih US$ 900 juta. “Kami perkirakan itu berdasarkan data-data minggu satu dan minggu dua,” kata Perry di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/7). (Baca: Impor Mereda, Gubernur BI Ramal Neraca Dagang Surplus US$ 900 Juta).

Menjelang Lebaran, impor alat-alat strategis untuk kebutuhan infrastruktur dan bahan makanan memang meningkat sebagai faktor musiman. Dengan mulai meredanya impor, neraca perdagangan pun akan kembali surplus. Selain impor mereda, surplus neraca dagang didukung oleh membaiknya kinerja ekspor.

Walau neraca dagang surplus pada Juni kemarin, Perry menyatakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada triwulan kedua lebih tinggi dari periode sebelumnya. Pemicunya lebih karena faktor musiman. Kemudian, ia memperkirakan surplus tersebut akan turun pada triwulan tiga.

Dengan demikian, secara keseluruhan, defisit pada 2018 diperkirakan tidak lebih dari 2,5 % dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dari lahun lalu, defisit transaksi berjalan sebesar 1,7 % terhadap PDB.

Neraca dagang tercatat defisit pada Januari, Februari, April dan Mei tahun ini. Defisit besar terjadi pada April yaitu US$ 1,6 miliar dan berlanjut pada Mei yaitu sebesar US$ 1,5 miliar. Defisit bulanan itu merupakan yang terbesar sejak Mei 2014. Dengan perkembangan tersebut, defisit neraca dagang telah mencapai US$ 2,8 miliar tahun ini.

Saat ini, pemerintah sedang berupaya mengurangi defisit neraca dagang lantaran hal itu juga memperburuk pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Salah satu upaya yang ditempuh yakni akan meningkatan konsumsi biodiesel untuk mengurangi impor minyak dan gas (migas).

(Baca juga: Sri Mulyani Beri Sinyal Rem Impor Buat Meredam Pelemahan Kurs Rupiah)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan sektor migas menjadi penyumbang defisit terbesar dalam neraca perdagangan Januari hingga Mei 2018. “Impor migas perlu diperlambat, salah satu caranya dengan meningkatkan penggunaan biodiesel,” kata Darmin di Jakarta, Jumat (6/7).

Menurut dia, pemerintah berhati-hati merumuskan kategori barang yang impornya akan ditekan. Pasalnya, pengereman impor barang modal dan bahan baku bakal menghambat kegiatan produksi, dan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi.