Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 357,5 miliar atau sekitar Rp 4.915 triliun per Januari 2018. Jumlah tersebut naik 10,3% dibandingkan posisi sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Utang berjangka panjang masih mendominasi, namun utang jangka pendek tercatat terus tumbuh tinggi.
Secara rinci, utang luar negeri Indonesia terdiri dari milik pemerintah dan bank sentral (publik) sebesar US$ 183,4 miliar atau tumbuh 13,7% (yoy). Sedangkan utang luar negeri milik swasta US$ 174,2 miliar atau tumbuh 6,8% (yoy). Dengan demikian, porsi utang luar negeri pemerintah dan swasta yaitu 51,3% berbanding 48,7%.
(Baca juga: Utang Pemerintah Tembus Rp 4.000 T, Ini Risiko yang Perlu Diwaspadai)
Dilihat dari lama waktu peminjaman, jumlah utang berjangka panjang tercatat US$ 307,2 miliar. Jumlah tersebut tumbuh 9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di bulan sebelumnya yaitu 8,9% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, porsi utang berjangka panjang menjadi 85,9% dari total utang luar negeri Indonesia.
Di sisi lain, utang luar negeri jangka pendek tercatat US$ 50,3 miliar. Jumlah tersebut melonjak 18,3% (yoy), namun pertumbuhannya sudah melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 19,8% (yoy). Pertumbuhan tinggi tersebut membuat porsi utang jangka pendek naik menjadi 14,1% terhadap total utang luar negeri Indonesia, lebih tinggi dibandingkan bulan lalu yaitu 13,9%.
Adapun porsi utang jangka pendek terpantau naik dalam setahun belakangan. Pada Januari tahun lalu, porsinya baru sekitar 12% terhadap total utang luar negeri Indonesia. Seiring perkembangan tersebut, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual sempat menyatakan, perlunya penguatan cadangan devisa untuk menjaga ketahanan ekonomi domestik.
Menurut dia, dengan kondisi utang luar negeri jangka pendek sebesar US$ 50,3 miliar maka cadangan devisa setidaknya harus berada di level US$ 150 miliar. “Kalau sekarang cadangan devisa sekitar US$ 130 miliar, paling tidak harus US$ 150-200 miliar, ini dengan benchmark di negara-negara lain,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (15/3).
Jika mengacu pada data BI per akhir 2017, rasio cadangan devisa terhadap total utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar 37%. Rasio tersebut lebih rendah dibandingkan data kuartal III 2017 beberapa negara setara (peers), seperti Thailand (125,1%), Filipina (111,9%), India (80,7%), Brazil (55,9%) dan Malaysia (48,9%).
Meski begitu, rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam posisi yang terkendali yaitu 34,7%, sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 34,5%, namun masih berada pada kisaran negara peers.
Namun, masih ada rasio lain yang perlu disoroti yaitu rasio utang luar negeri terhadap pos penerimaan dalam transaksi berjalan yang masih tinggi yaitu 168%, meskipun sudah mereda dari bulan sebelumnya yaitu 169,2%. (Baca juga: Rating Kredit Indonesia Naik, BI Waspadai Rasio Beban Utang 170%)
Rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan data kuartal III 2017 beberapa negara peers seperti Thailand (46,4%), Filipina (61,1%), Malaysia (89%), dan India (89,5%).