Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak mencapai Rp 1.147,5 triliun atau 89,4% dari target yang sebesar Rp 1.283,6 triliun. Meski realisasi masih di bawah 90%, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kepuasannya dengan pencapaian tersebut.
Menurut Sri Mulyani, penerimaan pajak tahun ini naik 2,6% dibandingkan tahun lalu. Namun, jika mengeluarkan penerimaan spesial dari pelaksanaan program pengampunan pajak (tax amnesty) yang berlangsung sejak Juli 2016 sampai Maret 2017, maka penerimaan pajak tercatat tumbuh 12,4%.
"Ini menunjukkan peningkatan yang sangat baik dibanding tahun sebelumnya. Pada 2015 hanya (tumbuh) 8,2% dan 2016 dengan tax amnesty tumbuh 3,6%," kata dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Selasa (2/1). (Baca juga: Defisit APBN 2017 Lebih Rendah dari Target, Rasio Utang di Bawah 30%)
Ia memaparkan, penerimaan pajak di luar pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas sebesar Rp 1.097,2 triliun atau 88,4% dari target. Realisasi tersebut per 30 Desember 2017. Adapun tambahan penerimaan pada 31 Desember sekitar Rp 4 triliun belum dimasukkan dalam perhitungan. Jika diperhitungkan maka penerimaan pajak menjadi sekitar Rp 1.101,2 triliun atau 88,7% dari target.
Secara rinci, penerimaan pajak terdiri dari pajak penghasilan (PPh) non minyak dan gas Rp 595,3 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 478,4 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 16,8 triliun, serta pajak lainnya Rp 6,7 triliun.
Khusus untuk PPN realisasinya melampaui target yaitu mencapai 106%, di atas realisasi tahun 2016 yang hanya 86,9%. Adapun secara nominal PPN tumbuh 16% secara tahunan, jauh lebih baik dari kondisi 2016 yang negatif 2,7%.
Penerimaan pajak juga terdongkrak PPh minyak dan gas yang mencapai Rp 50,3 triliun atau 120,4% dari target. "Jadi momentum luar biasa tingginya. Hal ini menunjukkan penerimaan perpajakan dalam APBN telah menunjukkan tren makin sehat dan menopang untuk menjaga APBN yang sehat dan kredibel," kata dia. (Baca juga: Penerimaan Bea Cukai Tahun Ini Lampaui Target, Pajak Masih Shortfall)
Secara sektoral, ia menjabarkan bahwa pertumbuhan pajak dari sektor pertambangan merupakan yang tertinggi yakni 39%, berbalik dari kondisi tahun lalu negatif 28%. Selanjutnya, pertumbuhan pajak tertinggi terjadi di sektor pertanian yaitu mencapai 27,6% dan perdagangan sebesar 22,9%.
Menyusul, pajak dari sektor pengolahan yang tumbuh 17,1% dan jasa perusahaan 15%. Kemudian, pajak dari sektor transportasi tumbuh 11,4%, sektor informasi dan komunikasi 10,7%, konstruksi tumbuh 7,1%, real estate 5,3%, dan administrasi pemerintahan 3,2%.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan, penerimaan pajak yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu disebabkan kepatuhan wajib pajak yang meningkat, khususnya orang pribadi. Peningkatan kepatuhan terjadi setelah program pengampunan pajak berjalan. "Peningkatannya hampir 48%," kata Yon. Di sisi lain, kepatuhan imbas penghapusan sanksi pajak untuk pengungkapan harta tersembunyi baru mencapai ratusan miliar.
Di tahun 2018 ini, pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mencapai target penerimaan pajak yang sebesar Rp 1.424 triliun atau tumbuh sekitar 25% dari realisasi tahun ini. Untuk bisa mencapai hal itu, Yon menjelaskan, pemerintah akan fokus pada reformasi perpajakan dan perbaikan Sumber Daya Manusia alias petugas perpajakan.
Pemerintah juga akan memanfaatkan berbagai data yang telah dimiliki guna mengejar potensi pajak. "Data kan banyak, jadi tantangan kami tahun ini bagaimana optimalkan data yang sudah diperoleh," kata dia. Adapun tahun ini, Ditjen Pajak juga bakal memperoleh tambahan data dari kerja sama global pertukaran informasi secara otomatis terkait pajak (Automatic Exchange of Information/AEoI).