Pemerintah berencana mengenakan bea masuk untuk barang digital (digital goods) yang dikirim melalui transmisi elektronik dari luar negeri ke Indonesia. Barang digital ini misalnya buku elektronik dan perangkat lunak atau software. Namun, peneliti perpajakan menekankan perlu ada tarif berbeda untuk beragam barang digital.

Peneliti Perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menjelaskan aturan bea masuk barang digital harus dibuat secara detail. Ia pun menganjurkan agar pemerintah membuat level manfaat dari beragam barang digital terhadap perekonomian, sebelum menentukan tarifnya.

“(Barang digital) yang bermanfaat itu kasih saja persentase (tarif bea masuk) yang lebih ringan," kata dia kepada Katadata, akhir pekan lalu. Namun, ia mengakui penetapan tarif bukan perkara mudah. “Berapa yang layak supaya pemerintah tidak dipersalahkan,” ucapnya. (Baca juga: WTO Perpanjang Moratorium, Indonesia Ngotot Tarik Pajak E-Commerce)

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, pemerintah perlu mempelajari praktik-praktik pengenaan bea masuk barang digital di negara lain sebelum membuat kebijakan terkait di dalam negeri. Harapannya, kebijakan tersebut tidak membuat masyarakat Indonesia terbebani dengan harga produk yang lebih mahal dan persaingan bisnis terjaga.

Namun, Prastowo menyarankan, pemerintah mengenakan bea masuk yang lebih tinggi untuk barang-barang digital yang sudah diproduksi di dalam negeri. "Jadi barang-barang yang ada substitusinya (di dalam negeri) dikenakan bea masuk tinggi. Meski tetap harus mengikuti ketentuan internasionalnya, misalnya, software," kata dia.

Berdasarkan perhitungan UNCTAD, negara ekonomi maju menerapkan rata-rata tarif bea masuk untuk barang digital sebesar 3,6%, tarif tambahan (customs surcharges) 6,1%, dan pajak konsumsi (consumption taxes) 17,1%. Dengan demikian, total bea masuk dan pajak barang digital sekitar 25,3%.

Di sisi lain, negara ekonomi berkembang menetapkan tarif bea masuk dan pajak yang lebih tinggi yaitu total sekitar 30,6%. Rinciannya, rata-rata tarif bea masuk 7,7%, tarif tambahan (customs surcharges) 8,7%, dan pajak konsumsi (consumption taxes) 14,3%.

Namun, tiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam menentukan barang digital yang dikenakan bea masuk dan tidak. Jepang, misalnya, tidak mengenakan bea masuk untuk software. Di sisi lain, Negara bagian Amerika Serikat (AS), yaitu Idaho dan Kentucky memperlakukan barang digital layaknya barang non digital alias barang berwujud.