Sampoerna University: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,4% di 2018

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Dimas Jarot Bayu
7/12/2017, 14.17 WIB

Ketidakpastian ekonomi global diprediksi masih akan membayangi tahun depan. Meski demikian, prospek ekonomi Indonesia pada 2017 dan 2018 dinilai cenderung optimistis dibandingkan kondisi global. 

Ekonom sekaligus Ketua Program Studi Manajemen dan Manajer Program Kerjasama HSBC-PSF di Fakultas
Bisnis, Sampoerna University Wahyoe Soedarmono memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di kisaran 5,17 persen - 5,24 persen. Tahun depan diperkirakan masih bisa tumbuh lebih tinggi, sekitar 5,3 persen - 5,4 persen. Hal tersebut akan terjadi, apabila laju inflasi bisa dijaga di kisaran 3 persen – 4 persen dan suku bunga riil 10 persen. 

"Tingkatan ini lebih tinggi dari prospek ekonomi global yang diperkirakan hanya tumbuh di kisaran 3,6 persen," kata Wahyoe di Jakarta, Kamis (7/12). (Baca: Pengusaha Tak Seoptimistis Pemerintah Memproyeksi Ekonomi 2018)

Wahyoe mengatakan beberapa sektor diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan PDB, seperti yang terjadi pada kuartal III/2017 sebesar 5,06 persen. Beberapa sektor tersebut antara lain informasi dan komunikasi (9,4 persen), konstruksi (7,13 persen), jasa keuangan dan asuransi (6,44 persen) dan perdagangan ritel dan besar (5,50 persen).

"Sektor manufaktur hanya dapat tumbuh 4,84 persen per tahun, meskipun kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB paling tinggi di antara sektor-sektor lain, yakni sekitar 21 persen," kata Wahyoe. 

Kendati, Wahyoe menilai ketidakpastian ekonomi global perlu dicermati. Pasalnya, hal tersebut dapat mendorong peningkatan defisit neraca transaksi berjalan yang menyebabkan instabilitas makroekonomi.

"Mengingat struktur modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi investasi portofolio jangka pendek daripada investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI)" kata Wahyoe. (Baca: Indonesia Bisa Jadi Negara Ekonomi Terbesar ke-4 Dunia pada 2050)

Dari sisi domestik, pertumbuhan utang luar negeri pemerintah juga menunjukkan tren peningkatan. Pertumbuhan utang luar negeri pemerintah mencapai posisi tertinggi sebesar 46 persen selama 2015-2017, disusul sektor swasta selain institusi keuangan sebesar 36 persen.

Wahyoe menilai peningkatan utang luar negeri pemerintah memiliki dua implikasi penting. Menurutnya, di satu sisi ruang fiskal akan meningkat sehingga mendorong belanja pemerintah seperti infrastruktur dan sektor profuktif lainnya.

Belanja pemerintah yang naik akan mendorong investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi (crowding in). Namun di sisi lain, Wahyoe menilai peningkatan utang luar negeri pemerintah dapat meningkatkan suku bunga. Hal ini menjadi salah satu penghambat peningkatan investasi swasta (crowding out).

(Baca: Jokowi Pamer Keberhasilan Ekonomi di Tahun Ketiga Pemerintahannya)

Karenanya, Wahyoe menekankan urgensi menjaga momentum investasi produktif agar efek crowding-in dapat lebih mendominasi seiring peningkatan utang luar negeri pemerintah. Menurutnya, hal ini dapat memperkuat tingkat tabungan masyarakat sehingga mengokohkan stabilitas makroekonomi karena defisit neraca transaksi berjalan bisa terkendali.

Head of Global Markets PT Bank HSBC Indonesia Ali Setiawan juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 masih sedikit lebih baik dibanding 2017. Hal ini dengan mempertimbangkan dukungan belanja pemerintah dan juga konsumsi rumah tangga yang biasanya cenderung meningkat saat tahun politik berjalan.

Ali pun menilai fundamental ekonomi telah membaik, terutama dari sisi ekspor dan ekspektasi peningkatan belanja pemerintah untuk bidang kesejahteraan sosial. Kendati, dia menilai siklus pemulihan masih lambat karena intermediasi kredit yang belum maksimal.

"Untuk itu diperlukan beberapa dukungan kebijakan lebih lanjut untuk mewujudkan potensi pertumbuhan Indonesia," kata Ali. (Baca juga: Ekonom Prediksi Pilkada Serentak Dongkrak Ekonomi 2018)

Ekonom dan/atau InstansiPrediksi Pertumbuhan Ekonomi
20172018
Pemerintah5,1-5,17 %5,4 %
BI5,14 %5,1-5,5 %
Menteri Keuangan periode 2013-2014 Muhammad Chatib Basri 5,1 %5,3 %
Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja 5,1 %5,3 %
Ekonom Bank Permata Josua Pardede5-5,1 %5,2-5,3 %
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih5,05%–5,08%5,15 %
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan5,1 %5,3 %
Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi5,1 %5,4 %
Ekonom DBS Gundy Cahyadi5,1 %5,3 %
IMF5,1 %5,3 %
Bank Dunia5,1 %5,3 %

(REVISI: Artikel ini direvisi pada tanggal 13 Desember 2017, pukul 21.00 WIB. Revisi dilakukan pada judul yang semula: "HSBC Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,4% di 2018".)