Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan sedang menjaring data perdagangan elektronik (online). Masyarakat diduga beralih dari belanja konvensional ke sistem online, namun hingga kini belum ada lembaga yang merekam jumlah dan nilai perdagangan online.
Suhariyanto menjelaskan, BPS saat ini memang masih kesulitan untuk menjaring data perdagangan online melalui e-commerce dan media elektronik lainnya. Perdagangan online bukan hanya melalaui perusahaan e-commerce tapi melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook.
Untuk itu, BPS akan mengajak diskusi Indonesia E-Commerce Association (IdEA) untuk dapat mengumpulkan data perdagangan online yang telah dilakukan. "Kami akan duduk bersama Ketua IdEA, karena mereka kan punya 300 anggota," ujar Suhariyanto di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (14/8).
(Baca: Darmin Sebut Tren Konsumsi Berubah Kini Masyarakat Lebih Suka Rekreasi)
Selain itu, BPS juga berencana untuk mengumpulkan data perdagangan elektronik ini dari transaksi yang terekam di payment gateway. Namun, rencana ini masih belum dibicarakan dengan matang. BPS masih perlu melakukan diskusi lanjutan dengan pihak terkait lainnya.
"Saat ini kami hanya pernah melakukan survei kecil ke rumah tangga, dan dari survei itu 15% dari rumah tangga pernah melakukan transaksi online dan ada pattern di sana ketika pendapatan makin tinggi porsi online makin besar, artinya online ini lebih menengah ke atas," ujarnya.
Deputi Bidang Neraca dan Analis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sri Soelistyowati pun menyatakan ada perubahan pola belanja terutama di kalangan kelas menengah atas.
Sri mengatakan sekalipun pola belanja masyarakat beralih dari konvensional ke belanja melalui jaringan (online) atau e-commerce, menurut dia nilai transaksinya akan tetap sama.
"Apakah ada pergeseran ke e-commerce? Kami kontrol (totalnya) dari sisi suplai, (yang dihitung dari) produksi ditambah impor. Dari sisi nilai transaksinya masih tetap sama," tutur dia.
Berdasarkan data BPS, sebanyak 15% dari total penduduk memilih belanja secara online. Produk yang paling banyak dibeli adalah jam tangan 22,9%, alat komunikasi dan aksesorisnya 11%; barang-barang rekreasi 4%; serta pakaian, alas kaki dan penutup kepala 4%.
"Semakin besar pendapatannya, maka semakin besar penetrasi belanjanya melalui online," kata Sri. (Baca: Pemerintah Bakal Genjot Belanja untuk Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,2%)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tren pergeseran konsumsi ke sektor digital atau e-commerce menjadi perhatian pemerintah. Sekarang ini, kata dia merupakan periode dinamis dengan banyak perubahan dan merupakan fenomena global.
"Perkembangan baru baik dari teknologi dan produk yang berkembang dari teknologi memiliki tingkat kecepatan yang tinggi dan belum membentuk arahnya. Berkembangnya ekonomi digital itu pasti. Tapi bagaimana wujud 10 tahun mendatang, kami belum tahu," kata Darmin.
(Baca: Bappenas: Bisnis Online Bisa Pengaruhi Jumlah Kemiskinan)