Mengacu kepada paruh pertama tahun ini, pemerintah pesimistis terhadap pencapaian target penerimaan perpajakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Alhasil, dalam revisi APBN 2017, pemerintah mengusulkan penurunan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 50 triliun.
Semula dalam APBN 2017, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.498,9 triliun atau meningkat 16,6 persen dari realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 1.285 triliun. Namun, hingga semester I tahun ini, penerimaan perpajakan telah mencapai Rp 571,9 triliun atau baru 38,2 persen dari total target sepanjang tahun.
Berdasarkan perolehan tersebut, pemerintah memutuskan menurunkan target penerimaan perpajakan tahun ini sebesar Rp 50 triliun menjadi Rp 1.450,9 triliun. Artinya, penerimaan perpajakan tahun ini ditargetkan tumbuh 12,9 persen dari tahun lalu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memandang, penurunan target penerimaan perpajakan tersebut lebih baik ketimbang pemerintah harus memotong anggaran belanja.
"Pemerintah lebih senang dia (target penerimaan) diturunkan, daripada tetap tinggi namun kemudian terpaksa kami potong (belanjanya). Jadi ini benar-benar dihitung berdasarkan kemampuan realisasi yang telah terjadi selama Semester I," ujar dia usai Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (6/7).
Sepanjang Semester I-2017, penerimaan perpajakan sebesar Rp 571,9 triliun diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh) Rp 314,3 triliun, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 192 triliun. Penerimaan dari pajak lainnya tercatat Rp 3,9 triliun. Adapun, penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp 61,7 triliun.
Menurut Darmin, perolehan perpajakan pada semester I tersebut hanya naik 9,6 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Karena itu, dia pesimistis target penerimaan perpajakan tahun ini dapat tercapai. "Ini kalau (lihat pencapaian) Semester I, kelihatannya sulit untuk capai (pertumbuhan) 16,6 persen.”
Selanjutnya, pemerintah menurunkan target penerimaan pajak nonmigas dari Rp 1.271,7 triliun menjadi Rp 1.221,8 triliun. Menurut Darmin, pertumbuhan ekonomi semestinya mendorong perolehan PPN. Namun, dari pemantauan terkini, kondisi ekonomi saat ini belum cukup baik untuk menopang pencapaian target penerimaan.
Di sisi lain, dia melihat program pengampunan pajak (tax amnesty) yang berakhir Maret lalu seharusnya dapat memperluas basis pajak, yang ujungnya menopang target pajak. Meski begitu, pemanfaatan amnesti pajak belum bisa dimaksimalkan tahun ini lantaran mesti ada verifikasi data terlebih dahulu.
Adapun, target penerimaan kepabeanan dan cukai juga diproyeksi turun, dari Rp 191,2 triliun menjadi Rp 189,1 triliun dalam RAPBN-P 2017. Target itu terdiri atas cukai Rp 153,2 triliun, bea masuk Rp 33,3 triliun, serta bea keluar yang justru ditingkatkan targetnya dari Rp 300 miliar menjadi Rp 2,7 triliun.
Turunnya target cukai ini seiring pengurangan produksi rokok dan belum adanya pungutan dari sumber cukai baru. Sementara target bea keluar justru ditingkatkan karena ada kecenderungan kenaikan harga minyak dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
"Penerimaan kepabeanan dan cukai turun Rp 2 triliun karena penyesuaian produksi rokok dan belum tumbuhnya sumber cukai yang baru," ujar dia.