Direktorat Jenderal Pajak siap memeriksa data keuangan 2,3 juta rekening dengan saldo akhir minimum Rp 200 juta pada 31 Desember 2017. Jumlah tersebut setara dengan 1,14 persen dari total jumlah nasabah simpanan di seluruh Indonesia.

Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 tentang petunjuk teknis akses informasi keuangan untuk perpajakan. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap agar hal ini tak meresahkan masyarakat.

Ia mencontohkan, bila saldo jumbo dalam rekening itu diperoleh dari gaji, maka oleh perusahaan nilainya sudah otomatis dipotong Pajak Penghasilan (PPh). “Jadi kami dalam hal ini tidak bertujuan mencari dan memburu kepada seluruh akun, sehingga masyarakat luas tidak perlu khawatir,” katanya di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (5/6).

(Baca juga:  Tahun Depan, Total Rekening Bank di Atas Rp 200 Juta Dipantau Pajak)

Dengan jumlah rekening yang tak sedikit itu, Direktorat Jenderal Pajak akan berbenah. Mereka akan menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), peraturan dan disiplin pemeriksaan, hingga penyesuaian atas standar teknis pemeriksaan. 

Persiapan ini ditargetkan rampung pada tahun depan, sesuai waktu masuknya data keuangan nasabah dari lembaga jasa keuangan yang paling lambat disampaikan pada 30 April 2018 mendatang.

"Mereka (DJP) akan melihat legislasi dan akan diturunkan ke peraturan di bawahnya dan akan melihat organisasi DJP-nya dari sisi kemampuan untuk desain proses, sistem teknologi informasi, dan sisi keamanan yang dilakukan sesuai standar internasional," kata Sri Mulyani.

(Baca juga:  Ikut Seleksi Calon Bos OJK, Wimboh Janjikan Sanksi 'Shock Therapy')

Sementara, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo mengingatkan bahwa pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi agar keterbukaan informasi pajak ini berjalan lancar. "Agar tidak ada keraguan yang akan membuat pemindahan akun nasabah ke luar negeri," katanya.

Kartika menjelaskan salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah ketentuan saldo yang dilaporkan ke pajak adalah saldo akhir tahun. Sebagai penjelasan, dalam tata cara penyampaian laporan informasi keuangan paling lambat saldo dilaporkan tanggal 30 April.

Sedangkan untuk perjanjian internasional paling lambat 1 Agustus bagi lembaga kasa keuangan sektor perbankan, asuransi, serta pasar modal yang pelaporannya melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan bagi lembaga jasa keuangan lain. "Jadi yang diambil data satu periode saja," ujarnya.

(Baca juga:  Buru Dana Gelap, Menkeu Kebut 4 Aturan Keterbukaan Data Nasabah)

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan dalam sosialisasi, Kementerian Keuangan harus memastikan suasana berlangsung kondusif.

Haryadi meminta jangan sampai para nasabah menganggap pembukaan data ini sebagai pemeriksaan yang tentunya menghilangkan kenyamanan mereka. "Dan jangan sampai ketika sudah terbuka malah dimanfaatkan pihak yang tidak berkepentingan," katanya.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution