Januari sudah berlalu, namun tingginya inflasi di bulan tersebut masih jadi pembicaraan. Sejumlah kalangan mengaku kaget dengan hasil perhitungan inflasi Badan Pusat Statistik (BPS). Pangkal soalnya, kenaikan biaya administrasi pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) disebut sebagai salah satu penyumbang besar inflasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui data inflasi yang dikeluarkan BPS terbilang tinggi. Namun, ia menduga hal tersebut dikarenakan BPS menghitung dampak kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK secara akumulatif. Padahal, seharusnya dibagi 12 bulan.
“BPS sepertinya tidak bisa memperkirakan jatuh temponya STNK mati makanya ditumpuk,” kata Darmin saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Jumat (17/2). Dampak dari perhitungan itu, menurut Darmin, kenaikan biaya administrasi STNK tak akan diperhitungkan lagi sebagai penyumbang inflasi di bulan-bulan mendatang. “Kalau sudah ditumpuk begini, Februari sudah tidak ada lagi.”
Sebelumnya, BPS mengumumkan level inflasi Januari 2017 sebesar 0,97 persen. Angka tersebut tertinggi bila dibandingkan inflasi pada Januari selama tiga tahun terakhir. “Inflasi Januari tahun ini lebih tinggi dibandingkan Januari 2015 maupun Januari 2016," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Selasa (1/2). (Baca juga: Aneka Risiko Ekonomi Mengancam, BI Tahan Suku Bunga Acuan)
Data inflasi tersebut juga di atas perkiraan Bank Indonesia (BI). Gubernur BI Agus Martowardojo sempat melansir, berdasarkan survei pekan keempat Januari, inflasi berada di level 0,69 persen.
Suhariyanto mencatat, penyumbang terbesar inflasi yaitu golongan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan dengan kontribusi sebesar 0,43 persen. Dalam kelompok pengeluaran ini, kenaikan tarif perpanjangan STNK memiliki andil terbesar yaitu 0,23 persen terhadap inflasi, disusul oleh tarif pulsa 0,14 persen.
Data inflasi BPS juga mengagetkan sejumlah ekonom, di antaranya Ekonom Bank Permata Josua Pardede. “Jadi kita memang cukup surprise ya. Awalnya kita perkirakan kenaikan penyesuaian tarif STNK ini kecil ya, relatif kurang dari 0,1 persen ya,” ucapnya. (Baca juga: Cerita di Balik Kenaikan Tarif STNK)
Ia menduga, BPS turut memperhitungkan kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK baru, perpanjangan dan pengurusan surat kendaraan bermotor lainnya. Maka itu, kontribusi inflasinya lebih besar dari perkiraan. “Semuanya mungkin dimasukan ke situ ya,” ujarnya. Selain itu, ia menduga, tekanan inflasi juga berasal dari persepsi masyarakat yang keliru mengira bahwa kenaikan tarif STNK yang dimaksud adalah kenaikan pajak.
Sejalan dengan Darmin, ia memprediksi, tekanan inflasi dari kenaikan tarif STNK tidak akan berlanjut ke bulan berikutnya. Ke depan, menurut dia, yang perlu diwaspadai adalah tekanan inflasi dari kenaikan bertahap tarif dasar listrik (TDL) golongan 900 Volt Ampere (VA). Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merencanakan kenaikan di Januari, Maret dan Mei.
“Sampai akhir tahun ini yang harus kita waspadai kenaikan tarif listrik ya. Tapi kemarin saya dengar ada koordinasi BI (Bank Indonesia) dengan pemerintah ya, dalam artian sekiranya jika dimungkinkan, jika tekanan inflasi mulai mereda, baru lakukan adjustment dari tarif listrik,” ujar Josua. (Baca juga: Harga Minyak Turun, Tarif Listrik Februari 2017 Tetap)
Ia memperkirakan inflasi Februari berada di kisaran 0,4-0,5 persen. Sedangkan untuk keseluruhan tahun sebesar 4-4,2 persen. Selain imbas kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices), tingginya inflasi juga disebabkan kenaikan harga beragam komoditas dan pangan bergejolak (volatile food), serta inflasi inti.
Tekanan inflasi diperkirakan bakal terjadi di semester pertama dan mereda di semester kedua. “Unless ya ada kenaikan harga BBM,” ucap Josua.
Di sisi lain, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih juga berpendapat tekanan inflasi dari kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK tak akan berlanjut di Februari ini. Seperti halnya Darmin, ia pun menduga, BPS menghitung dampak kenaikan biaya administrasi STNK sekaligus untuk 12 bulan lantaran tak ada data bulanannya.
“Satu kali tembak, Februari akan turun,” ucapnya. Meski begitu, ia menyebut adanya risiko level inflasi meleset dari target pemerintah yang sebesar 3-5 persen. “Kita ada prediksi 5,3 karena naiknya harga bahan makanan, BBM dan TDL,” ujarnya.