Pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) valutas asing (valas) berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 3,5 miliar atau setara Rp 47 triliun. Dana penerbitan surat utang itu akan digunakan untuk membiayai belanja di awal tahun depan (prefunding). 

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menjelaskan, penjualan surat utang itu dilakukan pada 1 Desember lalu. Meski ketika itu kondisi pasar masih bergejolak (volatile), pemesanan yang masuk (orderbook) mencapai US$ 12 miliar atau mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscribe) 3,42 kali.

"Investor tidak ragu-ragu beli, ini menunjukkan level kepercayaan," kata dia di sela-sela acara Annual International Forum on Economic Development and Public Policy di Bali, Jumat (9/12).

Pencapaian yang tak kalah hebat, menurut Robert, imbal hasil (yield) obligasi global itu turun cukup besar dari patokan harga awal (initial price guidance.) Ia merinci, yield SUN tenor 5 tahun turun 25 basis poin menjadi 3,75 persen, yield SUN tenor 10 tahun turun 35 basis poin menjadi 4,4 persen, dan yield SUN bertenor 30 tahun turun 40 basis poin menjadi 5,3 persen.     

Robert menjelaskan, pmerintah memilih menerbitkan SUN dalam dolar AS lantaran likuiditas perbankan tengah mengetat. Dengan begitu, dana yang ada di pasar domestik tidak tersedot dan membuat likuiditas pasar mengering. (Baca juga: Pasar Labil, Pemerintah Tersandera Ijon Utang Rp 40 Triliun)

Secara rinci, nominal SUN yang diterbitkan yaitu US$ 750 juta untuk tenor 5 tahun, US$ 1,25 milar untuk tenor 10 tahun, dan US$ 1,5 miliar untuk tenor 30 tahun. Sesuai dugaan, SUN tenor berjangka pendek yaitu 5 tahun juga disambut baik di tengah kondisi pasar yang tak stabil.   

"Biasanya global USD tenor 10 dan 30 tahun, tapi kami pikir menawarkan tenor 5 tahun akan bisa menarik lebih banyak investor, (karena) kalau ada volatility cenderung lari ke (instrumen jangka) yang pendek," kata dia.

Adapun mayoritas investor berasal dari Amerika Serikat. Sisanya, berasal dari Eropa, Asia, dan Indonesia yang terkecil.

Robert menjelaskan, penerbitan SUN untuk prefunding ini merupakan yang terakhir tahun ini. Kementerian Keuangan tidak berencana menerbitkan lagi SUN melalui private placement untuk menampung dana repatriasi program pengampunan pajak (tax amnesty) di akhir tahun.

Nominal yang diterbitkan sudah cukup lantaran jika dikonversi dengan kurs rupiah yang sebesar 13.400-an per dolar AS, sudah cukup memenuhi belanja di awal tahun depan. "Tidak ada pemikiran private place untuk prefunding," kata dia. (Baca juga: Terpukul Efek Trump, Cadangan Devisa Susut US$ 3,5 Miliar)

Dengan penerbitan SUN dolar AS ini, akan menjamin kebutuhan belanja di awal 2017 terpenuhi bila Saldo Anggaran Lebih (SAL) tak besar dan penerimaan pajak pada Januari 2017 tertunda. "Kebutuhan cash terjamin," kata Robert.

Adapun dana segar hasil penjualan SUN berseri RI0122, RI0127, dan RI0147 itu sudah masuk ke rekening pemerintah di Bank Indonesia pada Kamis malam (8/11). Robert pun tak menampik bahwa dana tersebut bisa memperkuat cadangan devisa yang turun US$ 3,5 miliar sepanjang November lalu.

"Tapi kan dia (BI) masih pakai (valas) juga untuk (kebutuhan) macam-macam," kata Robert. (Baca juga: Pasar Berisiko, Pemerintah Kaji Pembatalan Ijon Utang)

Sekadar informasi, rencana penerbitan SUN untuk prefunding ini sudah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sejak awal November lalu. Namun, ketika itu pemerintah masih menimbang-nimbang lantaran kondisi pasar keuangan global yang mendadak tidak stabil pasca terpilihnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.