Indeks saham dan pasar keuangan dunia tengah menanti pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat, yang akan berlangsung Rabu (9/11) dinihari nanti. Indeks bursa saham global sempat naik dan gejolak nilai tukar mereda setelah Hillary Clinton unggul dalam poling opini terbaru. Namun, pelaku pasar tetap bersikap menyikapi hasil pilpres tersebut karena Clinton bersaing ketat dengan Donald Trump.
Menanggapi kondisi tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyatakan, Indonesia cukup kuat menghadapi sentimen negatif di luar negeri. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,04 persen pada kuartal III lalu terhitung tinggi dibandingkan negara-negara lain yang pasarnya juga tengah berkembang (emerging market).
“Indonesia enggak termasuk kelompok negara yang rapuh,” katanya usai Rapat Koordinasi (Rakor) tentang Indonesia National Single Window (INSW) di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (8/11). (Baca juga: Clinton atau Trump, Siapa Paling Bahaya Bagi Bursa Saham?)
Menurut dia, selama pemerintah Indonesia konsisten menjelaskan kebijakannya dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, maka dampak dari sentimen negatif di luar negeri terhadap perekonomian domestik bisa diredam.
Sri Mulyani mengakui, masih ada catatan risiko pada ekonomi Indonesia lantaran lemahnya kinerja ekspor-impor. Untuk itu, ia menegaskan, pemerintah harus memastikan sumber pertumbuhan ekonomi lainnya yakni investasi, belanja pemerintah, dan konsumsi rumah tangga tetap tumbuh.
Ia pun memastikan realisasi belanja pemerintah akan meningkat pada kuartal IV ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi atau setidaknya sesuai target tahun ini sebesar 5,1 persen.
Guna meredam tekanan dari luar negeri, pemerintah akan meningkatkan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Tujuannya untuk mendorong kemampuan neraca dan permodalan industri keuangan sehingga lebih kuat dalam menghadapi berbagai tekanan. “Itu semua akan dilihat, bagaimana kami mencoba menetralisir dan memperkuatnya,” katanya.
Sri Mulyani yakin dengan ketahanan ekonomi Indonesia. Apalagi, iklim investasi di dalam negeri semakin membaik. Seperti diketahui, peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB) Indonesia naik 15 peringkat ke posisi 91 dunia. Kenaikan tersebut termasuk yang tercepat dibanding negara lain. Hal ini semestinya meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Selain itu, dia menyinggung soal aliran modal masuk (capital inflow) berupa dana repatriasi dari program pengampunan pajak. Seperti disampaikan Bank Indonesia sebelumnya, akan ada sekitar Rp 100 triliun dana repatriasi yang mengalir ke Tanah Air pada akhir tahun ini. Dana tersebut bakal diinvestasikan di dalam negeri setidaknya untuk kurun waktu tiga tahun.
“Meski ekspor negatif, bisa dikonfrontasi dari Penanaman Modal Asing (PMA) ataupun portfolio yang masuk melalui surat berharga negara (SBN), itu bisa mengurangi paling tidak sentimen negatif,” kata Sri Mulyani.
(Baca juga: Harga Emas Bisa Melonjak kalau Trump Jadi Presiden Amerika)
Sekadar informasi, dalam penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Selasa (8/11) ini, indeks harga saham gabungan (IHSG) naik 1,5 persen ke level 5.470. Kenaikan tersebut seiring dengan pergerakan positif bursa global. Bloomberg mencatat Stoxx Europe 600 Index naik 0,3 persen pada perdagangan pukul 08.16 waktu London.
Sementara itu, MSCI Asia Pacific Index naik 0,4 persen. Bahkan, Shanghai Composite Index naik ke posisi tertingginya dalam 10 bulan belakangan dan indeks Hang Seng di bursa Hong Kong menuju penutupan terbaiknya dalam sepekan. Adapun, indeks S&P 500 sedikit berubah setelah sebelumnya turun.
Di sisi lain, harga emas dunia tercatat naik. Selasa sore ini, harga emas untuk kontrak Desember 2016 di bursa Comex naik 0,41 persen atau 5,2 poin menjadi US$ 1.284,60 per ounce. Hal ini membuktikan investor masih mewaspadai hasil pilpres AS. Kemenangan Trump, misalnya, dikhawatirkan banyak pihak berdampak negatif terhadap pasar.