Komisi Keuangan (Komisi XI) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui rencana pemerintah menjadikan hampir 10 ribu aset negara sebagai underlying asset alias jaminan untuk menerbitkan surat utang syariah atau sukuk negara pada tahun depan. Total nilai penerbitannya direncanakan Rp 43,6 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, 9.998 aset negara yang dijaminkan tersebut tersebar di 50 Kementerian dan Lembaga. Adapun aset Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) paling banyak dijaminkan untuk penerbitan sukuk tersebut.
"Ada 2.195 BMN (Barang Milik Negara) dengan total nilai aset sebesar Rp 27,6 triliun," kata Robert saat rapat dengan Komisi Keuangan DPR di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (18/10).
Ia menjelaskan, setelah mengantongi izin dari DPR, maka hampir 10 ribu aset negara tersebut akan ditetapkan sebagai barang milik negara. Pemerintah akan memberitahukan hal ini kepada seluruh kementerian dan lembaga terkait.
Bila terdapat sisa BMN yang belum digunakan sebagai jaminan dalam penerbitan sukuk, maka akan digunakan sebagai jaminan untuk penerbitan sukuk di tahun-tahun berikutnya. (Baca juga: Defisit Bertambah, Pemerintah Siapkan Obligasi Rp 39 Triliun)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, hak kepemilikan atas BMN yang menjadi underlying sukuk tidak berpindah alias tetap di tangan negara. Jadi, tidak ada pengalihan fisik BMN sehingga tetap dapat digunakan untuk pelaksanaan tugas pemerintahan. "Tidak ada aset yang dilego dan dipindahtangankan," katanya.
Ia juga memastikan akan membuat kontrak yang tidak berisiko bagi pemerintah maupun investor. Hal ini untuk meminimalisir kekhawatiran masyarakat dan anggota parlemen terhadap adanya aset negara yang diambil pemegang surat utang syariah itu bila negara kesulitan membayarnya.
"Instrumen ini bisa direstrukturisasi, jadi kata membeli ini adalah pada hak manfaatnya," katanya. (Baca juga: Cari Utang Lebih Awal, Pemerintah Tunggu Realisasi Pajak November)
Selain khawatir dengan model penjaminan, anggota Komisi Keuangan juga meminta Kementerian Keuangan melakukan revaluasi aset milik negara sebelum menjadikan BMN sebagai underlying asset. Sebab, setiap tahun harga aset pasti mengalami kenaikan. "Nilai aset perlu kita update jadi sebenarnya harus jelas dulu (angkanya)," kata anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra, Chairul Saleh.