Presiden Joko Widodo belum menentukan keputusan perpanjangan waktu periode I program pengampunan pajak atau amnesti pajak (amnesty pajak) yang habis akhir September ini. Padahal, sejumlah kalangan, terutama pengusaha, meminta perpanjangan waktu tersebut agar mendapat tarif tebusan yang rendah.
“Presiden sampai hari ini belum memutuskan, apakah perlu melakukan amandemen (Undang-Undang Tax Amnesty) ataupun perubahan waktu,” kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (20/9) petang, seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet.
Menurut dia, program pengampunan pajak terbagi dalam tiga periode yang masing-masing berakhir bulan September dan Desember tahun ini, serta Maret 2017. “Karena ini sudah berjalan maka ditunggu saja,” ujarnya. (Baca: Pengusaha Minta Periode I Tax Amnesty Diperpanjang 3 Bulan Lagi)
UU Pengampunan Pajak yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir Juni lalu memang mencantumkan secara ketat periode waktu kebijakan tersebut. Periode I pada 18 Juli-30 September 2016, periode II pada 1 Oktober-31 Desember 2016, dan periode III pada 1 Januari-31 Maret 2017. Tarif tebusan periode I paling rendah, yaitu sebesar 2 persen dari harta yang dilaporkan.
Para pengusaha meminta perpanjangan waktu periode I karena menilai waktunya terlalu pendek dan sosialisasi kebijakan itu masih minim. Persoalannya, kalau memperpanjang waktu periode itu, pemerintah harus merevisi UU dengan melibatkan DPR atau menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU (perpu).
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pramono menyatakan, pemerintah memberikan kemudahan kepada para peserta amnesti pajak yang akan mendeklarasikan atau repatriasi dananya dari luar negeri. “Yang administrasinya masih ada kekurangan maka itu akan dipermudah.” (Baca: Pengusaha Akan Ikut Tax Amnesty Serentak Pekan Depan)
Pramono mencontohkan, seorang yang mempunyai uang Rp100 miliar di Singapura namun membutuhkan izin dari bank untuk melaporkan dananya. Waktu untuk memperoleh izin itu bisa lama, seminggu atau dua minggu atau bahkan lebih.
Untuk itu, Dirjen Pajak akan memberikan kemudahan. Wajib pajak dapat melaporkan terlebih dahulu uang Rp100 miliar itu tanpa harus menunggu konfirmasi dari bank yang bersangkutan. Jadi, syarat administrasinya bisa menyusul kemudian.
“Keluhan para pembayar pajak besar yang perusahaannya itu bisa puluhan, bisa ratusan. Untuk mengonsolidasikan ini mereka memerlukan waktu karena harus menunggu perbankan-perbankan yang tersebar dari seluruh dunia,” kata Pramono. Dengan begitu, wajib pajak masih bisa menikmati tarif tebusan periode I sebesar 2 persen untuk reptariasi dan 4 persen untuk deklarasi.
(Baca: Ikut Tax Amnesty, Hendropriyono Ungkap Harta Tanpa Repatriasi)
Di sisi lain, Pramono melihat, perkembangan pelaksanaan pengampunan pajak memasuki minggu ketiga September ini sangat menggembirakan. Hal itu tercermin dari peningkatan signifikan nilai pelaporan harta dan perolehan tebusannya.
“Dirjen Pajak memberikan laporan kepada Presiden, Seskab dan Mensesneg berkaitan dengan penambahan per hari rata-rata hampir Rp 2 triliun,” katanya. Hal tersebut menunjukkan program amnesti pajak ini mendapatkan respons sangat positif dari pelaku usaha.