Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo sebesar 5,25 persen. Ini merupakan suku bunga acuan baru yang resmi dipakai BI menggantikan BI rate mulai medio Agustus ini.

Selain BI 7-Days Repo, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berakhir Jumat malam (19/8), memutuskan mempertahankan suku bunga simpanan atau Deposit Facility (DF) sebesar 4,5 persen. Namun, bank sentral memangkas bunga fasilitas pinjaman atau Lending Facility sebesar 100 basis poin (bps) dari 7 persen menjadi 6 persen.

Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, BI 7-Days Repo digunakan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter ke pasar keuangan dan perbankan. “Keputusan tersebut (mempertahankan BI 7-Days Repo) untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi di tengah masih lemahnya perekonomian global,” katanya dalam konferensi setelah RDG.

(Baca: Likuiditas Ketat, Bunga Acuan BI-7 Days Repo Diharapkan Turun)

Ke depan, Agus menambahkan, ruang bagi pelonggaran moneter masih terbuka. BI masih akan mengkaji perekonomian domestik dan global terutama rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat, Fed Rate.

BI melihat, pertumbuhan ekonomi meningkat pada kuartal II-2016, meskipun belum merata baik secara spasial maupun sektoral. Pertumbuhan ekonomi kuartal II yang mencapai 5,18 persen didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah tangga.

Selain itu, stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta.

Di sisi lain, transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Namun, transmisi melalui jalur kredit belum optimal, terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih terbatas.

Pertumbuhan kredit pada akhir kuartal II-2016 tercatat sebesar 8,9 persen, meningkat dari pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 8,7 persen. Sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada kuartal II lalu sebesar 5,9 persen, menurun dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 6,4 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, penurunan BI rate sebesar 1 persen sejak awal tahun ini telah berdampak terhadap bunga perbankan. Ia mencatat, bunga deposito per Juli lalu menurun 91 bps atau 0,91 persen.

Namun, bunga kredit turun lebih lambat yaitu 47 bps, yang rinciannya adalah bunga kredit modal kerja turun 68 bps, kredit investasi 67 bps, dan kredit konsumsi hanya turun 6 bps. (Baca: BI: Tiga Indikator Penurunan BI Rate Efektif Tekan Bunga Bank)

Di sisi lain, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, kondisi likuiditas saat ini hingga akhir tahun nanti cukup longgar. Ada beberapa faktor pendukung likuiditas tersebut. Pertama, BI telah menurunkan batasan Giro Wajib Minimum (GWM) sehingga menambah likuiditas perbankan hampir Rp 37 triliun.

Kedua, aliran modal asing masuk khususnya dalam bentuk investasi portofolio sebesar US$ 10,5 miliar atau sekitar Rp 115 triliun. “Itu juga sumber tambahan likuiditas di perbankan,” kata Perry.

(Baca: Ada Dua Ketidakpastian Ekonomi, BI Ragu Longgarkan Moneter)

Sebelumnya, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menyatakan, semestinya BI menurunkan BI 7-Days Repo untuk menambah likuiditas di perbankan. Jika itu tidak dilakukan, bank akan semakin sulit menurunkan suku bunga kredit. Apalagi, di tengah kekhawatiran kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL). Di sisi lain, bank akan mempertahankan bunga deposito tinggi guna memupuk DPK dari masyarakat.

Indikasi mengetatnya likuiditas adalah kenaikan bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) tenor seminggu. Hal itu menunjukkan bunga di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) meningkat sehingga likuiditas perbankan cenderung mengetat. Lana menduga kondisi tersebut akibat adanya perpindahan dana dari deposito bank ke rekening pemerintah untuk membayar uang tebusan amnesti pajak.