BI Perkirakan Inflasi Kembali Melaju Jelang Akhir Tahun

Arief Kamaludin|KATADATA
Bank Indonesia
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
3/8/2016, 20.52 WIB

Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi akan kembali merangkak naik menjelang akhir tahun ini. Kenaikan angka inflasi itu seiring dengan peningkatan harga pangan dan gangguan iklim La Nina.

Hingga Juli lalu, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makro Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung melihat, inflasi masih terkendali dan diperkirakan bisa memenuhi target akhir tahun nanti sebesar empat persen plus-minus satu persen. Pencapaian itu berkat meredanya gejolak harga pangan sehingga inflasi dari komponen harga yang bergejolak (volatile food) berada di bawah lima persen, yakni 4,89 persen.

Namun, menurut dia, inflasi volatile food kemungkinan akan meningkat di atas lima persen. Alhasil, puncak inflasi diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun seiring dengan momen Hari Natal dan Tahun Baru.

“Untuk seluruh tahun, IHK (Indeks Harga Konsumen) masih sesuai dengan target. Volatile food masih sedikit di atas lima persen,” ujar Juda saat konferensi pers terkait Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) VII di Gedung BI, Jakarta, Rabu (3/8).

(Baca: Inflasi Juli 0,69 Persen, Terpicu Bahan Makanan dan Transportasi)

Secara lebih rinci, dia menjelaskan, inflasi secara musiman memang tinggi pada periode Juni-Juli. Kemudian, kembali menurun. “Lalu, Desember tinggi lagi,” ujar Juda.

Selain faktor musiman, dia melihat gangguan iklim La Nina yang ditandai curah hujan tinggi dapat mempengaruhi produksi pangan. Kondisi tersebut berpotensi mengerek harga pangan sehingga turut memicu laju inflasi.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin juga memperkirakan, puncak inflasi kemungkinan akan kembali terjadi pada akhir tahun nanti. Namun, inflasi di akhir tahun diperkirakan tidak setinggi saat momen puasa dan Lebaran.

Di sisi lain, pemerintah perlu mewaspadai jika ada libur panjang di akhir tahun seperti tahun lalu. Hal ini dapat menimbulkan inflasi tinggi. “Pengalaman tahun lalu, libur bisa pulang kampung seperti Lebaran,” ujar Suryamin.

(Baca: Pemerintah Jokowi Dinilai Masih Hadapi Risiko Perekonomian)

Sementara itu, komponen inflasi inti (core inflation) terus menurun. Menurut Juda, inflasi inti pada tahun-tahun sebelumnya berkisar 5-6 persen. Tahun ini, inflasi inti mengarah ke 3,5 persen.

Namun, dia menepis anggapan melandainya inflasi inti akibat penurunan daya beli masyarakat. Sebab, konsumsi masyarakat dan pemerintah masih terpantau tinggi.Dia justru memperingatkan agar tetap mewaspadai kemungkinan terjadinya gejolak yang bisa memengaruhi inflasi inti. “Itu yang akan kami jaga,” ujar Juda.

(Baca: Daya Beli Masyarakat Terjaga, Inflasi Juni 0,66 Persen)

Pada kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution juga menegaskan, inflasi yang rendah saat ini bukan karena penurunan daya beli. Ia malah melihat harga beberapa komoditas malah naik yang berarti menunjukkan adanya permintaan. Harga daging, misalnya, masih berada pada kisaran Rp 100 ribu per kilogram (kg).

“Harganya naik, nanti kami dorong pelan-pelan supaya makin rendah (harganya). Tetapi jangan (inflasi) semakin rendah, dibilang demand-nya menurun.”