Pemerintah akhirnya menerbitkan dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan satu Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Ketiganya merupakan turunan dari Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty yang disahkan akhir bulan lalu oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan dua PMK yang dimaksud yakni Nomor 118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan UU Tax Amnesty dan Nomor 119/PMK.03/2016 mengenai tata cara pengalihan harta wajib pajak ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk mengatur penempatan dana repatriasi pada instrumen investasi di pasar keuangan.
Repatriasi merupakan upaya menarik kekayaan warga Indonesia di luar negeri ke Tanah Air. Ini merupakan bagian dari kebijakan pengampunan pajak yang akan dijalankan hingga kuartal pertama 2017. Mereka yang mengikuti tax amnesty akan mendapat sejumlah keuntungan seperti penghapusan pajak terutang. Syaratnya, mesti membayar tarif tebusan. (Baca: Bank di Singapura Rayu WNI Agar Tak Repatriasi).
Bila hanya melaporkan seluruh aset di luar negeri, pengusaha terkena tarif empat hingga 10 persen. Jika kekayaan tersebut dibawa ke Indonesia atau repatriasi, tarifnya hanya dua sampai lima persen.
Dalam PMK Nomor 119, pemerintah menetapkan instansi yang menjadi pintu masuk (gateaway) dana repatriasi tax amnesty yakni perbankan, manajer investasi, dan sekuritas. Perbankan yang bisa menjadi gateaway yaitu Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III dan IV. (Baca pula: Menkeu Awasi Perang Bunga Bank Imbas Tax Amnesty).
Bank tersebut juga harus terdaftar sebagai bank trustee atau bank yang menjalankan usaha penitipan dengan pengelolaan terhadap dana termasuk devisa hasil ekspor (DHE). Selain itu, mesti mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bank kustodian yaitu tempat penitipan kolektif dari aset.
Lembaga keuangan ini pun harus menandatangani kontrak agar pemerintah dapat mengakses data bank yang terkait tax amnesty. Setiap bulan, data mengenai nasabah dan jumlah dana yang direpatriasi harus disampaikan kepada pemerintah. (Baca: Hari Pertama Tax Amnesty, Ditjen Pajak Klaim Peminatnya Banyak).
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa dana yang dibawa masuk tetap bertahan di perbankan selama tiga tahun sesuai ketentuan UU Pengampunan Pajak. Jika diketahui ada pelanggaran, lembaga keuangan tersebut akan dikeluarkan dari bank gateaway. Bahkan akan dilaporkan ke OJK untuk disanksi.
Menurut Bambang, kebijakan ini dipersiapkan sebab ada bank asing yang terlibat sebagai gateaway. Koridor ini juga untuk mengantisipasi sikap perbankan di Singapura yang menawarkan imbalan bagi nasabahnya untuk tidak ikut repatriasi, yakni agar nasabah tersebut tidak membawa pulang dananya ke Tanah Air. (Baca: Repatriasi Dihadang, Menkeu: Saya Tidak Takut Singapura).
“Kalau bank membujuk WNI untuk menyimpan uangnya di luar negeri melalui fasilitas private banking, maka kami tidak segan-segan mencoret bank tersebut dan memberikan rekomendasi ke OJK untuk menghukum bank tersebut. Intinya, untuk bank asing ada ketentuan tegas dan semua berdasarkan kontrak,” kata Bambang usai rapat kerja dengan Komisi Keuangan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 19 Juli 2016.
Selain itu, Bambang juga menegaskan bahwa bank yang akan mendaftarkan diri sebagai gateaway harus ikut mempromosikan tax amnesty. Saat ini, sudah ada 18 bank yang menyatakan minat terlibat. Ke depan, bank lain bisa mendaftarkan dan teken kontrak menjadi gateaway sepanjang memenuhi kriteria dan dalam batas waktu pelaksanaan tax amnesty.
Sementara bagi manajer investasi diberikan lima syarat.
Pertama, merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau anak usaha BUMN.
Kedua, nilai dana kelolaannya harus termasuk dalam 10 peringkat terbesar jika bukan merupakan BUMN atau anak usaha BUMN.
Ketiga, mengelola Efek Beragun Aset-Kontrak Investasi Kolektif (EBA-KIK).
Keempat, penyertaan terbatas dengan jaminan (underlying) aset minimal Rp 250 miliar.
Kelima, tidak pernah mendapat sanksi administrasi minimal setahun terakhir sebelum diberlakukannya tax amnesty.