BI: Pengesahan Tax Amnesty Perkuat Rupiah

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
29/6/2016, 11.31 WIB

Rupiah mencatatkan penguatan 1,22 persen menjadi 13.188 per dolar Amerika Serikat pada perdagangan kemarin. Sebelumnya,  nilai mata uang Indonesia sempat menyentuh 13.300 - 13.500 per dolar Amerika imbas keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau dikenal dengan Britain’s Exit (Brexit). Hari ini, rupiah kembali menanjak. Kurs tengah Bank Indonesia mencatatkan rupiah 13.166 per dolar Amerika.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan pengutan rupiah seiring Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera Perubahan (APBN-P) disahkan menjadi undang-undang. Hal itu Menurut dia, menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan dalam negeri.

Keputusan parlemen tersebut dinilai memberi kepastian bagi investor atau pengusaha. “Sidang Paripurna Tax Amnesty menjadi sentimen positif kembali bagi pasar uang Indonesia sehingga rupiah menguat, bahkan sekarang di kisaran 13.100-an per dolar Amerika,” kata Mirza di kantornya, Selasa malam, 28 Juni 2016. (Baca: UU Tax Amnesty Disahkan, Jokowi: Siapkan Instrumen Investasinya).

Ke depan, bank sentral juga melihat potensi penguatan bagi rupiah masih terbuka. Sebab, penerapan tax amnesty semestinya membawa dana asing masuk (capital inflow) dalam jumlah besar sehingga memperbesar likuiditas. Dengan begitu, cadangan devisa (cadev) bisa meningkat signifikan. (Baca: Menkeu Buat Tiga Syarat Daerah Khusus Tax Havens di Indonesia).

Kondisi ini bisa serupa dengan situasi ketika Amerika melonggarkan moneternya melalui quantitative easing (QE) –di mana dananya beralih ke negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market)- sehingga menambah likuiditas di dalam negeri. “Saat itu, cadev Indonesia naik dari 2008 sebesar US$ 60 miliar menjadi US$ 124 miliar di 2010. Kalau tax amnesty ini dimanfaatkan, dananya bisa masuk lewat repatriasi. Ada harapan cadev meningkat pesat,” ujar Mirza.

Mirza Adityaswara
(Arief Kamaludin|KATADATA)

Senada dengannya, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan kepastian mengenai UU Tax Amnesty memberi ‘angin segar’ bagi rupiah. Harapan akan besarnya likuiditas yang masuk di dalam negeri, mendorong rupiah untuk menguat. Tetapi, besar dan lamanya pengaruh positif dari tax amnesty tergantung pada seberapa efektif dana tersebut digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tax amnesty pasti memperkuat nilai tukar, meskipun baru disimpan dan belum dijual,” ujar Perry.

Selain karena sentimen positif tax amnesty, rupiah juga terdorong kepastian dari pengesahan APBN-P 2016. Menurut Perry, ketika BI melakukan intervensi ke pasar saat terjadi Brexit, sebetulnya dalam jumlah kecil. Namun hasilnya begitu besar. Di sinilah efek sentiment dalam negeri, termasuk pengesahan APBN P 2016. (Baca: Pasca Brexit, 30 Bank Sentral di Dunia Siap Jaga Pasar Keuangan).

Dia meyakini pelaku pasar melihat fundamental perekonomian Indonesia masih baik sehingga tetap berminat investasi. Meskipun, dia akui juga, masih ada risiko ketidakpastian dari politik di Inggris, mulai dari pemilihan Perdana Menteri baru pengganti David Cameron hingga negosiasi dengan Uni Eropa.

Terlepas dari segala sentimen tersebut, bank sentral memandang posisi rupiah di kisaran 13.100 per dolar Amerika saat ini stabil. Semestinya kestabilan ini memberi sinyal positif bagi swasta untuk meningkatkan investasi. Sebab, lebih mudah bagi pengusaha untuk membuat perencanaan, dalam artian rupiah tidak terlalu menguat atau melemah dengan cepat (volatile). (Baca: BI dan Ekonom: Dampak Brexit ke Rupiah Hanya Sementara).