Jokowi Akui Implementasi Paket Kebijakan XII Belum Berjalan

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Safrezi Fitra
9/5/2016, 20.33 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa penerapan paket kebijakan ekonomi XII terkait kemudahan usaha masih belum berjalan. Padahal paket kebijakan ini dikeluarkan untuk mengejar target peringkat kemudahan usaha (Ease of Doing Business) naik 69 tingkat ke posisi 40 tahun depan.    

Salah satu upaya untuk mengejar target ini, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi XII dua pekan lalu. Paket kebijakan tersebut berfokus pada pemangkasan sejumlah prosedur, biaya, dan izin yang dibutuhkan untuk berusaha terutama untuk pengusaha kecil dan menengah. (Baca: Rilis Paket Jilid XII, Jokowi Pangkas 45 Prosedur Kemudahan Usaha)

Jokowi mengatakan bahwa paket kebijakan ekonomi XII mencakup 10 indikator kemudahan berusaha. Dari 10 indikator tersebut, jumlah prosedur (pengurusan usaha) yang sebelumnya berjumlah 94 prosedur dipangkas menjadi 49. Perizinan pun dipangkas dari 9 izin menjadi 6 izin. Waktunya dipersingkat dari 1.566 hari menjadi 132 hari.

Dia mengaku pemangkasan ini sudah terlihat nyata dari segi regulasi. Namun, pada prakteknya di lapangan masih belum ada perubahan. “Saya lihat misalnya terkait jumlah hari dan biaya dalam urusan pembuatan PT (perseroan terbatas) masih belum berubah. Kemudian proses pengurusan sertifikat tanah juga masih belum," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas (ratas) mengenai kemudahan usaha di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (9/5).

Jokowi meminta ada langkah perbaikan dari aspek institusional, ekonomi, eksternal, fiskal, dan moneter. Sehingga target kemudahaan usaha bisa tercapai dan Indonesia bisa dianggap sebagai negara yang layak untuk tempat berinvestasi. (Baca: Pemerintah Klaim Peringkat Kemudahan Usaha Naik ke Posisi 53)

Menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung, ada empat poin penting yang diminta Jokowi dalam menjalankan paket kebijakan ekonomi XII. Pertama, membuat acuan (benchmark) dari negara-negara yang mendapat peringkat 30 besar Ease of Doing Business yang dikeluarkan World Bank.

Ini dilakukan agar Indonesia bisa mengejar target peringkat kemudahan usaha menjadi 40 tahun depan. “Tadi (dalam ratas) ada yang menawar sampai peringkat 50, tapi Presiden bilang tidak boleh,” ujar Pramono.

Kedua, kemudahan usaha ini tidak hanya terjadi di dua kota yang menjadi penilaian dalam peringkat EODB. kemudahan usaha dilakukan pada dua kota, yakni Jakarta dan Surabaya. Jika dua kota ini berhasil, maka akan dijadikan sebagai role model untuk diterapkan di kota-kota lainnya. (Baca: Bidik Posisi 40 Kemudahan Usaha, Pemerintah Libatkan Dua Pemda)

Ketiga, harus ada kesiapan aparatur untuk melakukan kesiapan dari peraturan-peraturan yang sudah dideregulasi. Jokowi tidak ingin deregulasi peraturan dalam Paket Kebijakan XII bisa diterapkan di lapangan. Untuk  hal ini, Jokowi sudah menjadwalkan akan melakukan pengecekan langsung terhadap kesiapan aparatur ini, terutama di Jakarta dan Surabaya.  

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk melakukan monitoring. Ini untuk memastikan agar perbaikan dalam hal kemudahan usaha berjalan sesuai rencana.