Gubernur BI Ungkap Lima Kunci Sukses Tax Amnesty kepada DPR

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
25/4/2016, 17.17 WIB

Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus membahas secara intensif rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty) dengan melibatkan berbagai pihak. Setelah meminta masukan dari para pengusaha pada pekan lalu, DPR mengundang Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (25/4) ini. Gubernur BI  Agus Martowardojo pun mengungkapkan lima faktor penentu kesuksesan penerapan tax amnesty.   

Menurut Agus, ekonomi yang diperkirakan tumbuh lima persen tahun ini didorong oleh pembangunan infrastruktur. Sementara pembiayaannya bertumpu pada penerimaan pajak. Masalahnya, penerimaan perpajakan tahun lalu hanya tercapai 83,3 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itu, pemerintah terpaksa memotong anggaran belanja infrastruktur.

Tahun ini, penerimaan perpajakan ditarget naik 24,7 persen dari realisasi tahun lalu atau sekitar Rp 300 triliun. Agus berpandangan, pemerintah sulit mencapai target tersebut di tengah perlambatan ekonomi. Kalau memangkas belanja maka akan berdampak terhadap pencapaian target pertumbuhan ekonomi.

(Baca: Sepakat dengan Jokowi, DPR Gencar Bahas RUU Tax Amnesty)

Di sisi lain, rasio pembayaran pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) alias tax ratio Indonesia sepanjang 2011 hingga 2015 hanya 11,75 persen. Ini lebih rendah dibandingkan potensi tax ratio Indonesia menurut Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) pada 2011, yakni sebesar 21,5 persen.

Bercermin pada periode 1997-1998, rasio uang terhadap PDB mencapai 95 persen. Sedangkan tahun ini hanya 45 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya ketidaksesuaian antara perkembangan pendapatan dengan uang yang beredar. “Ini jadi indikator bahwa uang yang didapat di dalam negeri, tidak ditempatkan di instrumen keuangan domestik,” ujar Agus saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI di Jakarta, Senin (25/4).

(Baca: Tarif Tax Amnesty Usulan Pemerintah Dinilai Terlalu Rendah)

Karena itu, kebijakan pengampunan pajak diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak sekaligus meningkatkan investasi di dalam negeri. Berdasarkan kajian BI, penerapan tax amnesty bisa menambah penerimaan pajak sebesar Rp 45,7 triliun tahun ini. Sedangkan dana hasil repatriasi dari kebijakan itu berpeluang mencapai Rp 560 triliun.

Menurut Agus, ada lima kunci sukses untuk mendukung penerapan tax amnesty. Pertama, pengampunan pajak harus dirancang sebagai titik tolak dari sistem perpajakan yang baru melalui rekonsiliasi data atau tax reform. Kedua, sebelum memberi pengampunan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus memiliki data akurat dan membangun administrasi perpajakan yang kuat dan efektif. Wajib pajak yang mendapat pengampunan tersebut pun harus diawasi ketat.

(Baca: Tax Amnesty Disahkan, Pemerintah Tak Buru Wajib Pajak Lama)

Ketiga, kebijakan itu didukung dengan pelaksanaan yang jelas dan mengikat bagi semua pembayar pajak yang mengajukan tax amnesty. Keempat, pengampuan pajak seharusnya dilaksanakan mendadak dan singkat yakni maksimal setahun. Lalu diikuti peningkatan audit dan pengenaan sanksi yang lebih berat bagi wajib pajak yang tidak mengajukan pengampunan.

(Baca: Tax Amnesty Disetujui, Penyidikan Pidana Pajak Dapat Dihentikan)

Kelima, kebijakan ini juga harus diikuti penegakan hukum yang tegas. “Juga harus ada penegasan bahwa tax amnesty hanya akan diajukan sekali dan tidak diberi kesempatan kedua. Untuk menjamin efektivitas pengampunan yang akan diberikan,” ujar Agus.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR telah bersepakat mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty pada masa sidang anggota dewan bulan ini. Harapannya, pembahasan beleid tersebut bisa rampung bulan ini sehingga pemerintah dapat langsung menerapkannya. Dengan begitu, kebijakan tersebut bisa menopang penerimaan pajak tahun ini.