Gaji Kurang Rp 4,5 Juta Bebas Pajak, Diragukan Bisa Kerek Daya Beli

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
7/4/2016, 11.49 WIB

Pemerintah akan menaikkan batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 50 persen, yang akan mulai berlaku Juni nanti. Tujuannya agar daya beli masyarakat meningkat sehingga bisa turut mengerek pertumbuhan ekonomi. Namun, mengacu pengalaman sebelumnya, kebijakan itu belum tentu efektif.

Setelah berkonsultasi dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah menaikkan batasan PTKP sebesar 50 persen menjadi Rp 54 juta per tahun. Artinya, masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp 4,5 juta sebulan tak akan dikenakan pajak penghasilan (PPh). Kebijakan yang akan dimulai awal Juni nanti itu, berlaku surut terhitung sejak Januari 2016. Sekadar informasi, saat ini batasan PTKP sebesar Rp 36 juta setahun atau Rp 3 juta per bulan.

Di satu sisi, kebijakan itu akan mengurangi potensi penerimaan pajak tahun ini. Padahal, pemerintah tengah berupaya menggenjot pajak dengan menggali berbagai sumber penerimaan baru. Namun, di sisi lain, pemerintah berharap kebijakan itu bisa mendorong daya beli masyarakat.

Menurut Bambang, kenaikan batasan PTKP itu membuat penghasilan masyarakat secara tidak langsung akan bertambah. Dengan begitu, bisa dibelanjakan dan menambah daya beli masyarakat. Selanjutnya, akan mengerek pertumbuhan ekonomi agar naik lebih tinggi lagi. Sebab, kontribusi konsumsi rumahtangga masih yang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Ini dampak ke makro bagus, menambah konsumsi rumahtangga. Investasi juga, dan ujungnya pertumbuhan (ekonomi),” kata Bambang di Jakarta, Rabu (6/4). Ia memperkirakan, batasan PTKP baru tersebut dapat menyumbang kenaikan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,16 persen. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,3 persen atau lebih tinggi dari pencapaian tahun lalu yang sebesar 4,79 persen.

(Baca: Lebih Optimistis, BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen)

Namun, jika mengacu kebijakan sebelumnya, kenaikan batasan PTKP itu belum terbukti mampu mengerek daya beli masyarakat. Pertengahan tahun lalu, pemerintah juga menaikkan batasan PTKP sebesar 48 persen ari Rp 24,3 juta menjadi Rp 36 juta. Meski begitu, pertumbuhan konsumsi rumahtangga sampai akhir tahun lalu malah menurun. Konsumsi rumahtangga pada kuartal II, III, dan IV 2015 tumbuh berturut-turut 4,97 persen, 4,95 persen, dan 4,92 persen.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai kenaikan PTKP belum bisa secara signifikan mengerek konsumsi rumahtangga karena keyakinan terhadap perbaikan ekonomi masih rendah. “Itu (tambahan 0,16 persen) hitungan statisnya begitu. Kalau realisasinya bisa saja tidak tercapai, kalau masyarakat tidak yakin eknonominya membaik,” katanya kepada Katadata, Kamis (7/4).

(Baca: Indonesia Pimpin Pertumbuhan Ekonomi Asia)    

Menurut dia, upaya mengerek pertumbuhan ekonomi harus diikuti oleh percepatan pembangunan infrastruktur dan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Namun, Lana tetap mengapresiasi langkah pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Sebab, perlambatan konsumsi rumahtangga sudah terpantau dari penurunan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun lalu.

Penilaian berbeda disampaikan Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual. Ia memperkirakan, konsumen semestinya lebih yakin dengan kondisi ekonomi tahun ini karena pertumbuhan ekonomi sudah mulai naik sejak kuartal IV-2015. Adapun penurunan daya beli masyarakat tahun lalu disebabkan juga oleh beredarnya isu pemutusan hubungan kerja (PHK). Alhasil, konsumen menjadi khawatir atas pekerjaannya sehingga memilih menyimpan uangnya ketimbang dibelanjakan.

(Baca: Bank Mandiri: Pertumbuhan Ekonomi 2016 Paling Tinggi Hanya 5 Persen)

Sedangkan pada tahun ini, dia meramal, keyakinan konsumen seharusnya meningkat. Apalagi, pemerintah menurunkan terus harga energi, baik itu Bahan Bakar Minyak (BBM) ataupun Tarif Dasar Listrik (TDL). Kondisi ini masih didukung oleh pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia (BI), yang diharapkan mempercepat penurunan bunga kredit perbankan. Atas dasar itu, David optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa sampai 5,3 persen.