Rupiah Bisa Sentuh Rp 16.500/US$ Jika Transaksi Berjalan RI Defisit

Ferrika Lukmana Sari
17 Juni 2024, 18:57
Rupiah
Fauza Syahputra|Katadata
Petugas menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Dewata Inter Money Changer, Jakarta, Jumat (14/6/2024). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup di angka Rp16.412 per dolar AS, melemah 142 poin atau 0,87 persen dari perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.270.
Button AI Summarize

Nilai tukar rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan. Bahkan, sejumlah analis memperkirakan rupiah berpotensi sentuh Rp 16.500 per dolar Amerika Serikat (AS) jika kondisi fiskal dan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sentuh Rp 16.412 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (14/6). Nilai rupiah melemah cukup tajam hingga 142.00 atau 0,87%.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana melihat peluang pelemahan rupiah sentuh Rp 16.500 per dolar AS jika rilis neraca perdagangan pada 19 Juni 2024 mendatang mencatatkan defisit.

Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 3,56 miliar pada April 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai itu turun secara bulanan sebesar 5,17%.

"Kemudian pelemahan terjadi jika keseimbangan fiskal menunjukkan nilai defisit dan transaksi berjalan juga melanjutkan defisit," kata Fikri kepada Katadata.co.id, Senin (17/6).

Bank Indonesia (BI) mencatat, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Transaksi ini meliputi perdagangan barang dan jasa, penghasilan serta transfer berjalan.

Sementara itu, dia menilai pengaruh suku bunga Bank Sentral AS, The Fed akan cenderung terbatas pada pergerakan rupiah ke depan. Karena indeks harga konsumen (CPI) AS pada bulan Mei lebih rendah dari April dan di bawah ekspektasi pasar.

Tak berbeda, Analis Mata Uang Lukman Leong juga masih melihat peluang pelemahan rupiah rupiah. Dia memperkirakan, BI akan mempertahankan nilai rupiah pada level Rp 16.500 per dolar AS.

"Tentunya, Bank Indonesia akan terus memantau dan mengintervensi rupiah jika dibutuhkan," kata Lukman.

Lukman justru menyoroti pelemahan rupiah ke depan karena dipengaruhi kekhawatiran investor terhadap potensi hawkish, atau sinyal suku bunga The Fed akan naik pada tahun ini.

"Investor masih mengkhawatirkan pernyataan hawkish dari Kepala The Fed Jerome Powell pada Minggu lalu walau data inflasi AS sudah menurun," ujarnya.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...