KATADATA - Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) ternyata masih belum mampu menekan angka inflasi secara signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Maret 2016 mencapai 0,19 persen. Penyebabnya adalah kenaikan harga bahan-bahan pangan, terutama harga bawang merah, cabe merah, dan cabe rawit.

Angka inflasi Maret tahun ini lebih tinggi ketimbang Maret tahun lalu yang sebesar 0,17 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender, yaitu periode Januari-Maret 2016 sebesar 0,62 persen. Ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu yang mengalami deflasi sebesar 0,44 persen. Namun inflasi secara tahunan (year on year) tahun ini yang sebesar 4,45 persen, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 6,38 persen.

Kepala BPS Suryamin menyatakan, inflasi secara umum pada Maret lalu cukup terkendali, yang terlihat dari 57 kota mengalami inflasi antara nol hingga satu persen. Sedangkan satu kota, yakni Bukittinggi mencatatkan inflasi sebesar 1,18 persen.

Berdasarkan komponen pembentuk inflasi, inflasi inti pada Maret 2016 mencapai 0,21 persen. Dari sisi indeks harga konsumen (IHK) sebenarnya terjadi kenaikan pada Maret 2016 yang sebesar 116,61 dari Maret 2015 yang mencapai 112,67. Namun, Suryamin menilai, penurunan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen menjadi 6,75 persen pada medio Maret lalu atau turun sebesar 0,75 persen sejak awal tahun ini, telah berhasil mengendalikan inflasi inti.

“Inflasi inti hanya 0,21 persen dibandingkan bulan lalu, dan 3,5 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan masih terkendali karena di bawah lima persen,” kata Suryamin dalam konferensi pers BPS di Jakarta, Jumat (1/4).

(Baca: April, Tarif Dasar Listrik Turun Lagi)

Sementara itu, komponen inflasi harga yang diatur oleh pemerintah (administered prices) mengalami deflasi sebesar 0,35 persen. Deflasi ini tidak bisa dilepaskan dari dampak penurunan tarif dasar listrik (TDL) dan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Januari lalu.

Di sisi lain, komponen inflasi berupa harga yang bergejolak (volatile food) pada Maret 2016 mengalami inflasi sebesar 0,75 persen atau 2,47 persen secara tahunan. Ada lima komoditas penyebab inflasi. Yakni bawang merah sebesar 32 persen dengan andil dan bobot terhadap inflasi

Adapun harga cabai merah naik 20,37 persen, dengan andil 0,13 persen dan bobot 0,69 persen. Begitu pula dengan cabe rawit yang mengalami inflasi 31,52 persen. Selain itu, harga emas perhiasan naik 2,46 persen karena mengikuti pergerakan harga internasional.

(Baca: Harga Pangan Terkendali, BPS Prediksi Maret 2016 Inflasi Kecil)

Namun, ada delapan komoditas yang mengalami deflasi. Antara lain daging ayam ras turun 9,18 persen, telur ayam ras turun 9,08 persen dan beras turun 0,56 karena peningkatan pasokan seiring mulainya musim panen.

Pada April ini, BPS memperkirakan peluang terjadinya deflasi cukup terbuka karena didorong oleh penurunan harga BBM dan TDL pada awal bulan ini. Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo, dampak pelonggaran harga energi ini akan terasa pada tarif angkutan sebagian di bulan ini. "Saya kira juga tidak akan serentak (penurunan tarif angkutan). Pengalaman terdahulu malah akan menyebar ke bulan-bulan selanjutnya,” katanya.

(Baca: Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia)

Namun, dia memperkirakan penurunan harga BBM akan berdampak paling besar terhadap inflasi bulan April ini. “Bobotnya harga BBM itu tinggi, 3,61 persen. Sebanyak 3,2 persennya disumbangkan Premium.”

Reporter: Desy Setyowati