BI Rate Turun Jadi 7 Persen, Terendah dalam 2,5 Tahun

Agung Samosir|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
18/2/2016, 17.38 WIB

KATADATA - Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 7 persen. Ini merupakan level terendah BI rate dalam 2,5 tahun terakhir atau sejak akhir Agustus 2013. Selain itu, BI menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk mendukung upaya memacu penyaluran kredit.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung dua hari hingga Kamis ini (18/2), BI juga memutuskan suku bunga Deposit Facility sebesar 5 persen dan Lending Facility 7,5 persen. Adapun GWM Primer dalam rupiah turun 100 basis poin menjadi 6,5 persen, yang berlaku efektif 16 Maret nanti. Sekadar informasi, GWM merupakan instrumen moneter BI untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat. GWM merupakan likuiditas minimum bank yang wajib dijaga dan dipelihara oleh setiap bank. Tujuannya agar bank dapat memenuhi kewajibannya terhadap penarikan simpanan masyarakat sewaktu-waktu.

Keputusan tersebut sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dengan kian terjaganya stabilitas makroekonomi. Yaitu, menurunnya tekanan inflasi dan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global pada awal tahun ini. Dengan penurunan BI rate dan GWM Primer dalam rupiah, diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

(Baca: Ekonomi Stabil, BI Diprediksi Turunkan Bunga Jadi 7 Persen)

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, penurunan GWM akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 34 triliun. Dengan begitu, penurunan BI rate bisa efektif untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit. “Bagi bank ini akan jadi peluang mengefektifkan penyakuran dana,” katanya seusai RDG di kantor BI, Jakarta, Kamis (18/2). Apalagi, likuiditas perbankan sempat mengetat akhir tahun lalu meski berangsur membaik pada Januari lalu.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan tiga alasan penurunan BI rate yang diperkuat dengan penurunan GWM. Pertama, menjaga likuiditas perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit yang berlanjut terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kedua, memperkuat kombinasi penurunan BI rate dengan bunga perbankan. Ketiga, merupakan bauran kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil.

(Baca: Bunga Acuan BI Rate Akhirnya Turun, Rupiah Tetap Stabil)

BI mencatat, penurunan BI rate hanya mampu mendongkrak pertumbuhan kredit tahun ini dari 10 persen menjadi 12,5 persen. Sedangkan jika ditambah dengan kebijakan menurunkan GWM maka pertumbuhan kredit bisa mencapai 14 persen. “Dengan penambahan GWM ini transmisi (kredit) akan lebih cepat,” kata Perry. Agus menambahkan, pertumbuhan kredit hingga saat ini masih 10,5 persen. Sedangkan BI menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini 12 persen sampai 14 persen.

Menurut Perry, permintaah kredit dipengaruhi berbagai faktor yaitu suku bunga dan keyakinan terhadap prospek bisnis. Kalau prospek bisnis baik maka permintaan kredit akan meningkat. Di sisi lain, dia melihat kebijakan stimulus fiskal berupa peningkatan pengeluaran pemerintah di awal tahun ini dapat mendukung perbaikan prospek bisnis. “Pemerintah mendorong kredit dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang mendorong permintaan kredit,” katanya.

(Baca: Langkah Baru BI Antisipasi Kenaikan Bunga Fed Rate)

Sebelumnya, para ekonom memang berharap bank sentral menurunkan BI rate menjadi 7 persen. Berdasarkan sejumlah indikator ekonomi, Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual menyatakan semestinya BI rate kembali dipangkas. “Saya pikir harusnya turun,” katanya kepada Katadata, Kamis. Menurut dia, sejauh ini kebijakan akomodatif atau pelonggaran moneter oleh BI mendapat respons positif oleh pasar. Hal ini mengindikasikan adanya kepercayaan bahwa fundamental ekonomi Indonesia membaik.

Penilaian yang sama datang dari ekonom Bank Mandiri. Mereka menyatakan arah kebijakan suku bunga sangat ditunggu pasar. “Berbagai indikator ekonomi terkini menunjukkan bahwa ruang bagi pemangkasan BI rate semakin terbuka,” demikian mereka menuangkannya dalam analisa hariannya.

Misalnya, realisasi laju inflasi sampai Januari lalu tercatat 4,14 persen, sejalan dengan target BI tahun ini yang sebesar tiga sampai lima persen. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat tahun lalu tercatat 5,04 persen, meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,73 persen. Angka ini lebih baik dibandingkan dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan hanya 4,8 persen. Sementara itu, kinerja neraca perdagangan membaik, yaitu surplus US$ 50,6 juta pada Januari lalu.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution