Banyak Perdebatan, RUU JPSK Tak Bisa Rampung Akhir Oktober

KATADATA/ Donang Wahyu
perbankan
Penulis: Yura Syahrul
26/10/2015, 15.05 WIB

Sementara itu, anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Misbakhun, mengatakan, RUU JPSK sulit ditetapkan menjadi UU akhir Oktober ini karena masih ada beberapa persoalan. Perdebatan itu terkait dengan pemberian imunitas bagi pengambil kebijakan di saat krisis. “Sepertinya sulit (selesai Oktober). Tapi untuk tahun ini selesai, sangat mungkin,” katanya kepada Katadata, Senin (26/10).

Perdebatan lainnya adalah penentu status ekonomi krisis. Menurut anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-P Indah Kurnia, semestinya Presiden yang memutuskan untuk memberikan penjaminan menyeluruh (blanket guarantee) dan sebagainya. “Saya rasa boleh saja (blanket guarantee) kalau itu kondisi penting, bisa diambil pemerintah,” katanya.

(Baca: Menkeu: Kami Tak Ingin Kasus 1998 dan 2008 Terulang)

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, status krisis ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS. Sedangkan Presiden, menetapkan perlu-tidaknya penggunaan APBN untuk menyehatkan keuangan bank.

“(Presiden) bukan masalah menetapkan krisisnya. Itu cukup di KSSK. Kalau ada penggunaan dana negara atau APBN, misalnya untuk pinjaman likuiditas, itu harus Presiden lalu bicara ke DPR. Saya lihat ini masih pembahasan,” kata Agus.

(Baca: Presiden Jokowi: Ekonomi Tidak Dalam Kondisi Gawat)

Sebelumnya, pemerintah menginginkan agar RUU JPSK segera disahkan menjadi Undang-Undang (UU) paling lambat akhir Oktober nanti. Bahkan, Presiden Joko Widodo pernah menyatakan keinginannya agar pembahasan RUU tersebut dipercepat sehingga rampung bulan September lalu. Keberadaan beleid ini dibutuhkan agar Indonesia tidak mengulang kesalahan yang terjadi sewaktu penanganan krisis tahun 1998 dan 2008. Apalagi, dana asing sempat hengkang dari pasar keuangan dan pasar modal domestik pada September lalu. Alhasil, mata uang rupiah melemah tajam hingga di bawah Rp 14 ribu per dolar Amerika Serikat.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati