KATADATA ? Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan pesimistis revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) akan bisa selesai tahun ini. Meski sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2015, tapi sampai saat ini Komisi VII DPR belum juga membahas rancangan revisi UU tersebut bersama pemerintah.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian mengatakan pembahasan RUU Migas tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Dalam penyusunan drafnya, DPR harus mencermati secara detail dan jelas, supaya tidak ada pasal yang bisa diperdagangkan.
Pembahasannya tidak akan bisa selesai dalam sisa waktu lima bulan tahun ini. "Tidak mungkin tahun ini selesai. Kami harus membahas UU tersebut secara serius, sehingga pasal-pasalnya jelas dan tidak abu-abu," kata dia kepada Katadata, Rabu (12/8).
(Baca: Pemerintah Usulkan Pertamina Boleh Pakai Sistem Royalti dan Pajak)
Menurut dia, RUU Migas ini merupakan inisiatif dari DPR. Artinya draf RUU yang akan dibahas merupakan draf yang dibuat oleh DPR. Namun, pemerintah pun menyusun draf RUU Migas sendiri. Nantinya, pemerintah bisa mengusulkan drafnya saat pembahasan. Dia mengatakan RUU tersebut kemungkinan dihbahas setelah masa reses berakhir pada 13 Agustus 2015.
Senada dengan Ramson, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan sampai saat ini RUU tersebut masih dalam tahap pembahasan internal. Mengenai waktu pembahasan dengan pemerintah dia mengatakan akan diputuskan setelah sidang paripurna.
Satya mengatakan ada beberapa poin penting yang akan dibahas dalam RUU tersebut, salah satunya mengenai sistem kerja sama antara pemerintah dan kontraktor migas. Menurut dia, nantinya skema kerja sama migas tidak hanya menggunakan kontrak bagi hasil produksi atau production sharing contract (PSC).
"Skema kerjasama migas Akan dibuat fleksibel. Nanti ada opsi lain selain PSC," ujar dia.
(Baca: Menteri ESDM: Tak Ada Intervensi Asing dalam Revisi UU Migas)
Meski masih berwujud naskah akademik, Satya mengungkapkan, setidaknya ada tujuh poin penting dalam RUU Migas tersebut. Pertama, tata kelola sektor hulu migas dan badan pengusahaan migas yang mencakup bentuk badan, kelembagaan / struktur organisasi, tugas dan kewenangannya.
Kedua, penetapan dan pengelolaan wilayah kerja meliputi pihak yang menyiapkan wilayah kerja dan pihak yang menawarkan wilayah kerja. Ketiga, penawaran wilayah kerja baru dan perpanjangan wilayah kerja lama termasuk hak istimewa (privilege) kepada Pertamina. Selain itu, pemberian hak partisipasi atau participating interest sebesar 15 persen ke Pertamina.
Keempat, skema bagi hasil, pendapatan negara, cost recovery, participating interest sebesar 10 persen ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau pemerintah daerah penghasil migas. Termasuk juga porsi alokasi migas kebutuhan dalam negeri (DMO) yaitu lebih atau sama dengan 25 persen.
Kelima, ketentuan isi kontrak kerjasama (KKS) migas, seperti jangka waktu kontrak, masa perpanjangan dan lain-lain. Keenam, pembinaan dan pengawasan sektor migas baik hulu dan hilir serta kewenangan dari masing-masing sektor tersebut. Ketujuh, ketentuan Petroleum Fund atau dana migas yang meliputi sumber dana, tujuan atau pemanfaatan, mekanisme pengelolaan dan audit.