KATADATA ? Pemerintah mengaku siap mengkaji seluruh aturan yang menghambat iklim investasi di industri minyak dan gas bumi (migas). Ini merespons banyaknya perusahaan migas yang hengkang dari Indonesia, salah satunya yang terbaru adalah perusahaan migas asal Amerika Serikat, Murphy Oil.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyadari bahwa perusahaan migas mengalami tekanan akibat rendahnya harga minyak dunia. Saat ini harga minyak mentah dunia berada di kisaran US$ 60 per barel, jauh lebih rendah dibandingkan harga tahun lalu yang sempat menyentuh US$ 100 per barel.
"Perusahaan migas di seluruh dunia sedang konsolidasi karena tekanan harga minyak. Pasti banyak juga perusahaan yang tunda investasi atau pindah lokasi," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/7).
Sudirman mengakui banyak aturan di Indonesia yang menghambat iklim investasi dan sudah tidak tepat lagi untuk diterapkan. Selain itu masalah perpajakan tambah memberatkan pengusaha migas. Apalagi di tengah perolehan margin keuntungan yang turun akibat harga minyak yang rendah.
"Kalau zaman dulu harga minyak dunia US$ 100 per barel, margin masih tinggi. Jadi dipungutin itu masih oke," ujar dia.
Menurut dia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan telah memberikan lampu hijau untuk perbaikan iklim investasi dan membenahi aturan di industri migas. Kementerian ESDM pun telah membentuk Komite Eksplorasi Nasional untuk melakukan kajian mengenai aturan apa saja yang dianggap iklim investasi.
Ketua Komite Eksplorasi Nasional Andang Bachtiar mengatakan sebenarnya identifikasi terhadap hambatan dalam program eksplorasi maupun eksploitasi sudah ada, bahkan sejak 10 tahun yang lalu. Dari segi non teknis, masalah utamanya adalah dalam koordinasi. Pembentukan tim ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Secara teknis, kata dia, pemerintah harus lebih turun tangan di eksplorasi. Salah satunya lewat pemberian biaya penggantian atau cost recovery di blok yang sudah produksi. Selain itu memperbanyak studi di Indonesia Timur. Kelemahan yang ada sekarang adalah tidak mengetahui daerah yang berpotensi memiliki cadangan minyak.
(Baca: Komite Eksplorasi Usul Perusahaan Membuka Data Blok Migas)
?Kenapa kita susah mendapatkan cadangan baru, karena tidak punya konsep dasar eksplorasi. Kita jago mengelola yang sudah ketemu, tapi mencari yang belum ketemu susah. Yang tahu biasanya orang asing, jadi mereka yang tahu informasi itu,? ujar dia.