KATADATA ? Penyerapan gas untuk alokasi domestik masih rendah. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat ada 20 kargo gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) belum memiliki pembeli.
Pemerintah mengalokasikan gas untuk kebutuhan dalam negeri tahun ini sebesar 68 kargo. Namun, hingga akhir Mei, hanya 47 kargo yang terkonfirmasi oleh pembeli domestik. Dari 47 kargo ini hanya 27 kargo yang sudah terkontrak, sisanya 20 lagi belum terkontrak.
Data SKK Migas menyebut alokasi gas domestik dari dua kilang, yakni Tangguh dan Bontang ini hanya diserap oleh lima perusahaan saja. Kelima perusahaan tersebut adalah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Nusantara Regas, dan PT Energi Dian Kemala.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan 20 kargo tersebut belum terkontrak karena masalah infrastruktur. "Ini bukan karena gas tidak tersedia, tapi belum ada komitmen untuk dibeli. Kemungkinan infrastruktur belum siap," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/6).
Anggota Komisi VII DPR RI Harry Purnomo menyarankan agar kelebihan gas ini diekspor, dari pada tidak ada yang beli di dalam negeri. Apalagi LNG tidak seperti minyak, yang bisa disimpan lama. Dia pun tidak mempermasalahkan jika harga ekspor lebih murah dibandingkan harga yang dijual di dalam negeri.
"Kalau memungkin ekspor lebih murah dari domestik, itu feasible, kenapa tidak. Syukur-syukur domestik bisa serap," ujar dia. Harry juga berharap pemerintah memperbaiki pemasaran agar alokasi gas dapat terserap di dalam negeri.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pemerintah memang sedang menyiapkan aturan mengenai tata kelola migas. Aturan berupa peraturan presiden (perpres) ini diharapkan dapat memperbaiki tata kelola migas, sehingga serapan gas domestik menjadi maksimal.
"Apabila perpres tata kelola yang kami susun bisa membentuk aggregator, kelebihan gas domestik bisa terserap. Dalam waktu beberapa bulan perpres akan keluar," ujar dia.
Aggregator ini akan bertugas membeli pasokan gas dari berbagai sumber baik dengan harga mahal maupun murah. Gas ini kemudian dipadukan, sehinga sampai ke tangan konsumen lebih tertata dari urusan alokasi maupun harga.
Selain itu perpres ini juga bisa menjawab permasalahan infrastruktur yang menghambat distribusi gas saat ini. Dalam perpres ini setiap pelaku usaha distribusi gas (trader) diwajibkan memiliki infrastruktur sendiri. Menurut Sudirman, dari 60 trader gas, hanya 15 yang memiliki infrastruktur.