KATADATA ? Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan revisi target ekspor yang dilakukan pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi pemerintah baru untuk menghitung ulang target ekspor agar lebih realistis. Kementerian Perdagangan menurunkan target ekspor sebesar 5 persen, mendekati skenario pesimis.
"Sampai dengan September kami masih menggunakan skenario normal. Tetapi kenyataan yang dihadapi sekarang tidak mudah," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/10).
Penurunan target ekspor sebesar 5 persen ini juga sejalan dengan prediksi lembaga internasional yang mengoreksi pertumbuhan perdagangan dunia dari proyeksi awalnya. Di sisi lain, kebijakan ekonomi yang dilakukan Amerika membuat rupiah tertekan, sehingga mempengaruhi daya saing. Pelemahan rupiah seharusnya membuat barang ekspor lebih murah. Namun 65 persen impor Indonesia berupa bahan baku dan bahan baku penolong, sehingga pelemahan rupiah menambah beban biaya produksi dan mempengaruhi daya saing.
"Sepanjang tahun 2014, kami sudah merasakan beban terhadap biaya produksi barang yang diekspor," ujarnya.
Kendati harus menghadapi harga komoditas yang menurun dan tekanan kurs, namun masih ada harapan dengan kembalinya ekspor Freeport dan Newmont. Ekspor otomotif juga meningkat dan beberapa pasar utama ekspor masih tumbuh normal. "Jadi kami memberikan ruang bagi kabinet baru untuk menilai ulang, bahwa kami tak menutup-nutupi kondisinya memang berat dan tak mudah," tuturnya.
Pada tahun ini, pemerintah mematok target ekspor sebesar US$ 190 milliar. Jika direvisi, pemerintah hanya akan menargetkan sebesar US$ 180,5 miliar. Penurunan target ekspor ini diantaranya disebabkan harga crude palm oil (kelapa sawit) yang terus menurun.
Sebelumnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan ekspor CPO mencapai lebih dari US$ 20.000. Sementara, sejak awal tahun harga terus mengalami penurunan hingga 25 persen. Lutfi menyebutkan, pada Januari 2014 harga CPO mencapai US$ 920 per ton, dan Agustus ini turun menjadi US$ 726 per ton. (Baca: Harga CPO Turun, Kemendag Revisi Target Ekspor 5 Persen)
Turunnya harga ini dikarenakan permintaan global akan CPO berkurang. Selain itu, dari dalam negeri, penggunaan CPO juga tidak terlalu banyak.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengakui kinerja ekspor pada Agustus tahun ini berbeda dari biasanya. Tren ekspor biasanya meningkat pada bulan Agustus, tapi tahun ini malah turun. Sebaliknya, pada kuartal III kinerja impor biasanya rendah, saat ini justru meningkat. (Baca: Program LCGC Perbaiki Neraca Perdagangan RI)