KATADATA ? Program dana Rp 1,5 miliar untuk tiap desa yang mulai berlaku tahun depan dinilai rawan terjadi penyelewengan. Calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyarankan audit dana desa tersebut bisa menggunakan jasa akuntan publik.
Sadar Subagyo, calon anggota BPK yang juga anggota Komisi XI DPR, mengatakan BPK bakal kesulitan untuk memeriksa keuangan 73.000 desa di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah auditor BPK hanya 3.500 orang dan 875 tim tidak akan cukup untuk memeriksa seluruh desa tersebut.
?Tentunya bukan akuntan publik abal-abal, tapi memang akuntan publik yang kompeten. Kan, setiap kecamatan ada,? kata Sadar saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Gedung DPR, kemarin.
Adapun fokus BPK hanya melakukan audit kinerja, terutama pada objek-objek yang rawan terjadi penyelewengan. Ini juga dapat menjadi solusi minimnya auditor BPK.
Pandangan serupa juga dikatakan Emita Wahyu Astami, calon anggota BPK yang juga dosen akuntansi Universitas Teknologi Yogyakarta. Jumlah desa yang mencapai ribuan tidak mungkin seluruhnya diaudit oleh BPK. Melibatkan akuntan publik merupakan strategi yang bisa ditempuh.
Sementara calon anggota BPK lain yang juga anggota Komisi XI DPR Achsanul Qosasi dan Harry Azhar Azis memiliki pandangan yang berbeda. Keduanya menyarankan BPK menggunakan teknik sampel yang mewakili populasi untuk mengaudit dana desa.
?Caranya mudah sekali dengan mekanisme sampel, asal sistemnya sudah disusun akan mudah sekali,? ujar Achsanul.
Harry Azhar mengatakan, BPK bisa memilih desa-desa yang dinianggap rawan terjadi penyelewengan untuk mengatasi jumlah auditor yang tidak memadai.