Waspadai Defisit Neraca Perdagangan Minyak

Arief Kamaludin | KATADATA
KATADATA | Agung Samosir
Penulis:
Editor: Arsip
14/11/2013, 00.00 WIB

KATADATA ? Pemerintah perlu mewaspadai defisit neraca minyak yang selama kuartal III-2013 meningkat 10,6 persen menjadi US$ 5,9 miliar. Padahal pemerintah sudah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada akhir Juni lalu.   

Dari laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang diumumkan Bank Indonesia, selama kuartal III impor minyak meningkat 11,9 persen menjadi US$ 10,7 miliar. ?Kenaikan defisit neraca minyak ini yang perlu lebih diperhatikan,? kata Helmi Arman, ekonom Citigroup Indonesia, di Jakarta, Kamis (14/11).

Pemerintah memang optimistis konsumsi BBM bersubsidi tidak akan melebih kuota 48 juta kilo liter pada tahun ini. Namun, produksi minyak dalam negeri pada kuartal III kembali mengalami turun 4 persen menjadi 821 ribu barel per hari.

?Ini yang perlu diawasi secara ketat,? kata Helmi, ?Karena penjualan kendaraan bermotor selama September dan Oktober kembali pulih ke tingkat dua digit menjadi 11 persen dan 14 persen, yang didorong potongan pajak baru untuk mobil kecil.?

Kenaikan defisit neraca minyak tersebut merupakan penyebab terbesar tidak tercapainya target penurunan defisit neraca transaksi berjalan. Dari pengumuman NPI, neraca transaksi berjalan per kuartal III mencapai 3,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau senilai US$ 8,4 miliar.

Jumlah itu memang turun dari kuartal sebelumnya sebesar 4,4 persen (US$ 9,8 miliar), namun meleset dari target BI sebesar 3,4 persen terhadap PDB.

Halaman:
Reporter: Aria W. Yudhistira