Pemerintah kembali merevisi postur APBN 2020 seiring penambahan anggaran stimulus ekonomi untuk penanganan Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan defisit APBN 2020 kembali membengkak menjadi 1.039,2 triliun atau 6,34 % dari produk domestik bruto.
Belanja negara diprediksi meningkat Rp 124,5 triliun dari alokasi dalam Perpres Nomor 53 Tahun 2o20 menjadi Rp 2.738 triliun. "Kenaikan mencakup berbagai belanja untuk mendukung pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19, termasuk daerah dan sektoral," kata Sri Mulyani usai rapat terbatas melalui konferensi pers, Rabu (3/6).
Di sisi lain, proyeksi pendapatan negara diturunkan Rp 61,8 trilun dari target yang tertera dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 menjadi Rp 1.699,1 triliun. Penurunan anggaran pendapatan negara, salah satunya terjadi karena berkurangnya penerimaan pajak. "Penerimaan pajak dari Rp 1462,6 triliun akan menjadi Rp 1.404,5 triliun," kata Sri Mulyani.
(Baca: Jokowi Akui Penanganan Corona Buat Defisit APBN 2020 Semakin Dalam)
Akibatnya, defisit APBN 2020 pun diperkirakan membengkak. Ini merupakan ketiga kalinya pemerintah merevisi proyeksi defisit APBN tahun ini. Sebelumnya, pemerintah merevisi target defisit APBN melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2020 menjadi dari Rp 307, 2 triliun atau 1,76% terhadap PDB dalam UU APBN 2020 menjadi Rp 852,9 triliun atau 5,07% terhadap PDB.
Sri Mulyani pada pertengahan bulan lalu sebenarnya sempat memproyeksi defisit APBN membengkak menjadi Rp 1.028 triliun atau 6,27% terhadap PDB. Meski mengubah lagi proyeksinya, Sri Mulyani menyebut kenaikan defisit APBN akan dijaga dengan hati-hati.
"Seperti instruksi Bapak Presiden dari sisi sustainabilitas dan pembiayaan," kata Sri Mulyani.
Untuk menutup defisit, pemerintah akan menggunakan berbagai sumber pendanaan yang memiliki risiko paling kecil. Selain itu, pemerintah juga berjanji mencari sumber pendanaan yang memiliki biaya paling kompetitif atau terendah.
(Baca: Pemerintah Beberkan Alasan Suntikan Dana Jumbo ke BUMN saat Pandemi)
Adapun sumber pendanaan juga akan berasal dari sumber internal pemerintah. "Seperti penggunaan saldo anggaran lebih pemerintah, dana abadi untuk bidang kesehatan, dana BLU, serta penarikan pinjaman program dengan bunga yang rendah," kata dia.
Lebih lanjut, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Nasional , baik domestik maupun global. Hal ini akan didukung pula oleh berbagai kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
"Seperti penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), dan BI sebagai standby buyer di dalam pasar perdana, serta dukungan BI untuk berbagai program yang melibatkan pembiayaan below the line," jelas dia.