Defisit Neraca Dagang RI-Tiongkok per Mei Turun Jadi US$ 4,6 Miliar

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Ilustrasi, aktivitas bongkar muat. BPS mencatat defisit neraca dagang dengan Tiongkok pada periode Januari-Mei 2020 turun menjadi US$ 4,6 miliar imbas impor dari Tiongkok turun siginifikan.
15/6/2020, 15.12 WIB

Defisit neraca dagang Indonesia dengan Tiongkok pada periode Januari-Mei 2020 tercatat turun 3,86 miliar menjadi US$ 4,6 miliar. Penyebabnya, impor Indonesia dari Tiongkok sepanjang periode tersebut turun signifikan.

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menyebut, defisit neraca dagang pada periode tersebut jauh lebih kecil dari periode yang sama tahun lalu yakni US$ 8,47 miliar.

"Meski masih mencatatkan defisit neraca dagang dengan Tiongkok sebesar US$ 4,6 miliar, namun ini jauh lebih kecil dari defisit sebelumnya," kata Suhariyanto dalam konferensi video, Senin (15/6).

Secara rinci, defisit neraca dagang Indonesia dengan Tiongkok pada kuartal I 2020 tercatat sebesar US$ 2,94 miliar. Kemudian pada April 2020 jumlahnya semakin menyusut menjadi US$ 1,54 miliar dan pada Mei 2020 US$ 122 juta.

Suhariyanto menuturkan nilai impor Indonesia ke Tiongkok pada periode Januari-Mei 2020 tercatat US$ 14,99 miliar, turun 16,95% dari US$ 18,05 miliar. Angka impor dari berbagai negara, ia katakan, kebanyakan turun akibat masih adanya pembatasan.

Berdasarkan data BPS, barang impor non-migas ke Tiongkok yang paling anjlok pada periode Januari-Mei 2020 adalah besi dan baja. Impor golongan barang tersebut turun 38,85% dari US$ 918,66 juta menjadi US$ 561,78 juta.

(Baca: Impor Makin Anjlok, Neraca Perdagangan Mei Surplus US$ 2,09 Miliar)

Disusul oleh produk filamen buatan, yang anjlok 34,61% dari US$ 416,67 juta menjadi US$ 272,46 juta. Kemudian, benda-benda dari besi dan baja anjlok 24,05% dari US$ 543,29 juta menjadi US$ 412,64 juta.

Lalu, nilai impor kendaraan dan bagiannya tercatat terkontraksi 21,78% dari US$ 427,43 juta menjadi US$ 334,33 juta. Diikuti oleh mesin dan peralatan mekanik, yang turun 21,53% dari US$ 4,31 miliar menjadi US$ 3,38 miliar.

Adapun, impor barang lainnya tercatat turun 16,71% dari US$ 5,72 miliar menjadi US$ 4,77 miliar. Lalu, impor plastik dan barang dari plastik turun 16,55% dari US$ 762,07 juta menjadi US$ 635,92 juta.

Sementara, impor mesin dan peralatan listrik dari Tiongkok juga turun 11,52% dari US$ 3,7 miliar menjadi US$ 3,27 miliar. Terakhir, bahan kimia organik 1,5% dari US$ 648,54 juta menjadi US$ 638,8 juta.

Dengan demikian, impor hampir seluruh golongan barang dari 10 HS-2 Digit terbesar dari Tiongkok turun. Hanya impor golongan berbagai produk kimia dan perabot penerangan rumah yang tumbuh, masing-masing 42,26% dan 0,2%.

Sementara itu, nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok pada periode Januari-Mei 2020 naik 8,4% dari US$ 9,58 miliar menjadi US$ 10,39 miliar. Tercatat, hampir seluruh barang dari 15 komoditas ekspor utama ke Tiongkok tumbuh positif pada periode tersebut.

(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal I Menyusut Imbas Penurunan Impor)

Reporter: Agatha Olivia Victoria