Stimulus Lambat, Kadin Proyeksi Ekonomi RI Minus 6% pada Kuartal II

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Ilustrasi. Ekonomi Indonesia diperkirakan terkontraksi pada kuartal II 2020.
Editor: Agustiyanti
2/7/2020, 17.59 WIB

Kamar Dagang dan Industri Indonesia memproyeksikan ekonomi domestik pada kuartal kedua tahun ini terkontraksi minus 4% hingga 6%. Ekonomi nasional juga dinilai terancam resesi akibat lambannya stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah untuk menahan dampak pandemi corona.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, implementasi kebijakan dan stimulus yang cepat, tepat sasaran dan besar tetapi terukur sangat penting dalam memperbaiki kondisi sulit saat ini. 

“Namun, penyerapan di anggaran kesehatan baru 1,54%, perlindungan sosial 28,63%, insentif usaha 6,8%, UMKM 0,06%, korporasi 0% dan sektoral pada 3,65%. Ini membuat tekanan terhadap pemulihan kesehatan, jejaring pengamanan sosial dan perekonomian menjadi lebih berat,” kata Rosan melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Kamis (2/7).

Menurut dia, surplus perdagangan yang terjadi pada bulan April - Mei 2020 tak berarti kondisi ekonomi membaik. Pasalnya, surplus terjadi di tengah merosotnya impor yang  sebenarnya menjadi pendorong ekonomi. Sebagian besar impor Indonesia merupakan bahan baku untuk produksi dalam negeri yang diperuntukkan bagi konsumsi domestik maupun ekspor.

(Baca: Rupiah Loyo ke 14.377 per Dolar AS Meski Data Manufaktur Juni Membaik)

Pada periode tersebut, impor tercatat t urun 18.6% secara tahunan pada April dan anjlok 42.2% secara tahunan padaMei. Sedangkan ekspor, turun 7% secara tahunan pada April dan 28,95% secara tahunan pada Mei,

Kondisi kian diperburuk dengan perkiraan investasi yang masuk pada kuartal II lebih rendah 9,2% dari kuartal I. Momentum kenaikan realisasi investasi dalam negeri pun tak mampu memperbaiki kondisi lantaran pertumbuhan kredit yang hanya sekitar 2,68% pada Mei.

"Ketidakpastian dari Covid-19 bukan hanya mempengaruhi arus perdagangan dan investasi, namun juga terhadap penurunan daya beli ataupun konsumsi dalam negeri," katanya.

Jika tidak terjadi percepatan dalam penyerapan stimulus ekonomi, menurut Rosan,  kontraksi pertumbuhan ekonomi dipastikan berlanjut pada kuartal III. Imbasnya, akan terjadi kelumpuhan permanen di beberapa sektor usaha sehingga membutuhkan pemulihan daya beli dan daya produksi tidak dilakukan secara inklusif, cepat, dan masif.

(Baca: Bank Dunia Naikkan Status Indonesia, Apa Keuntungannya?)

Untuk memperbaiki perekonomian, Kadin memberikan usulan berupa peningkatan skala stimulus dari 2,5% menjadi 3% dari total produk domestik bruto. Ini penting untuk membuka lapangan kerja, meningkatkan daya saing, dan mendapatkan devisa tambahan. Kemudian mempercepat adaptasi penggunaan digital melalui skema science, technology, engineering, and mathematics atau STEM. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

"Kecenderungan pergeseran dari multilateralisme menuju bilateralisme akan menguntungkan siapapun yang memiliki daya saing tertinggi," kata dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya memperkirakan perekonomian domestik akan terkontraksi atau minus 3,8% pada kuartal II 2020. Namun, ia masih optimistis ekonomi pada kuartal III dan IV kembali positif sehingga Indonesia secara teknis tak mengalami resesi ekonomi. 

Ia pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan berada di kisaran negatif 0,4% sampai 1%.  "Sebelumnya kami perkirakan upper-nya 2,3%, sekarang kami revisi agak turun ke 1%," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (18/6). 

Sementara itu, Bank Indonesia  memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di antara 0,9% hingga 1,9%. Adapun pada tahun depan, Gubernur BI Perry Warjiyo optimistis pertumbuhan ekonomi akan kembali pada kisaran 5-6% . "Didorong dampak perbaikan ekonomi global dan stimulus kebijakan pemerintah dan BI," ujar Perry dalam konferensi video, Kamis (18/6). 

Reporter: Tri Kurnia Yunianto